MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Berdasarkan perkembangan yang ada, perguruan tinggi yang menjadi eksis rata-rata harus melakukan inovasi dan kolaborasi. Hal itu ditegaskan Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) dalam acara Muktamar Talk secara daring di kanal TV Muhammadiyah.
Menurut Jebul, dalam melakukan inovasi, UMP sebagai contoh, mencoba melakukan transformasi pengelolaan dari konvensional menjadi berbasis IT. Hal itu dimulai dari rapat-rapat, persuratan , penganggaran, pelayanan, hingga perpustakaan sudah mulai di digitalisasi.
Tidak berhenti pada sistemnya saja, tetapi Jebul juga mengimbau dan menekankan agar para dosen-dosen UMP terus dirangsang untuk melakukan inovasi. “Bahkan kita ada pendanaan untuk join riset, bekerja sama antar peneliti UMP dan peneliti luar negeri,” ungkapnya, Jumat (16/9).
Lebih lanjut, ia menceritakan salah satu inovasi yang sudah dilakukan UMP. Pertama, inovasi yang dilakukan dosen dari fakultas farmasi yaitu alat pendeteksi resiko kanker dimana produk tersebut sudah beredar dan diproduksi oleh biofarma. Kedua, kelapa kopyor, produk unggulan UMP yang merupakan satu-satunya di Indonesia dengan mengembangkan bibitnya lalu dijual. Ketiga, masih dibidang farmasi, UMP meluncurkan produk kosmetik dimana kosmetik tersebut juga sudah Produksi dan sudah dijual dengan Nama brand masae. Keempat, Juga ada digital forensic yang merupakan satu satunya di PTMA dan sudah dilengkapi dengan fisik mobil yang bisa melakukan penelitian kejadian-kejadian yang sudah sangat lama bekerjasama dengan stakeholder terkait baik dengan kepolisian dan juga TNI.
Setelah inovasi dilakukan, kata Jebutl, UMP memiliki mimpi mendirikan pabrik sebagai aplikasi dari hasil penelitian kelapa kopyor untuk di komersialisasi. ‘’Untuk komersialisasi, distribusi, penjualan, saya kira perguruan tinggi bukan disitu keahliannya tapi justru bisa menggunakan stakeholder terkait yang nanti bisa mengerjakannya sebagai bagian dari kolaborasi,” jelasnya.
Selain itu, UMP juga memiliki dua program favorit, pertama pengembangan cabang ranting yang mendapat award dari LPCR sebagai perguruan tinggi yang berpihak kepada cabang dan ranting dan yang kedua pusat studi dakwah komunitas, yang menjadi simbol inklusifitas.
Terkait kolaborasi, lanjut Jebul, UMP sempat menggelar vaksin lintas agama, yang membuktikan bahwa Muhammadiyah tidak hanya di ujung timur sana yang bisa inklusif, di sini yang majemuk juga inklusf, bahkan ia mengklaim banyak mahasiswa nonmuslim masuk ke UMP dan mereka tidak keberatan dengan nilai-nilai islam yang diajarkan.
Kolaborasi yang dilakukan UMP disebut Jebul tak hanya dalam skala nasional. UMP telah mencoba merambah dalam kerja sama internasional. “Terkait dengan internasionalisasi sudah ada 100 lebih perguruan tinggi luar negeri, seperti, Asia, Asia Tenggara, Asia Timur, Afrika, Amerika , Timur Tengah yang bermitra dengan UMP,” ungkapnya.
Terakhir, Jebul berharap Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke 48 di Surakarta bisa menjadi momentum yang baik bagi PTMA untuk mendapatkan arahan dan kebijakan agar perguruan tinggi di Indonesia bukan hanya jumlahnya yang banyak tapi juga bisa bersaing bukan hanya sesame internal Muhammadiyah, tapi juga dengan yang negeri, swasta , dan institusi perguruan tinggi dalam dan luar negeri. (Mutia/Syifa)
Hits: 1