MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Sebagai Negara Pancasila yang majemuk, Indonesia bukanlah negara agama maupun negara sekuler. Meski demikian, nilai-nilai agama dan kebudayaan luhur memiliki posisi tinggi dalam membangun moralitas bangsa.
Kenyataan ini bagi Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Dr. Ma’mun Murod Al-Barbasy adalah penegasan bahwa negara harus netral agar dapat mengakomodasi seluruh kelompok yang ada.
Maka dari itu, rezimentasi agama maupun pengistimewaan kepada salah satu kelompok agama apapun secara etis dianggap tidak patut dilakukan oleh negara.
“Maka tidak dibenarkan dalam sebuah negara Pancasila ada sebuah faham keagamaan tertentu, dari yang mayoritas sekalipun tidak dibenarkan tampil mendominasi, apalagi berusaha tampil menjadi faham keagamaan negara karena akan men-degrade positioning negara Indonesia yang bukan sebagai negara agama, meskipun agama sejatinya menduduki posisi yang sangat penting,” jelasnya.
Kesadaran kebangsaan bahwa Indonesia adalah negara majemuk dari sisi agama dan faham keagamaan kata dia perlu dimiliki semua pihak.
“Tidak boleh ada kelompok yang mendominasi. Kalau ada yang tampil sebagai mayoritas dengan menghargai yang lain itu tidak masalah, tapi kalau mendominasi sambil memarginalkan yang berbeda, ini yang tidak benar,” imbuhnya dalam Dialektika TvMu, Sabtu (10/12).
Menyambung Ma’mun, Rektor UMRI, Dr. H. Saidul Amin, M.A, mengatakan bahwa dalam isu ini masyarakat dan negara juga harus bersama-sama memahami bahwa marginalisasi oleh kelompok manapun adalah tindakan yang salah.
“Kita perlu menambahkan bahwa marginalisasi mayoritas pada minoritas itu tidak boleh, tapi marginalisasi dari minoritas pada mayoritas itu juga tidak boleh. Jadi itu harus betul-betul holistik pemahaman kita pada masalah ini,” pungkasnya. (afn)