MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Tujuan utama Muhammadiyah adalah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam upaya mewujudkan cita-cita ini, Muhammadiyah gencar mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dengan misi mampu meningkatkan kuantitas ulama. Tanpa kehadiran ulama, cita-cita dan tujuan utama Muhammadiyah akan sulit terwujud.
Pentingnya kehadiran ulama di tubuh Muhammadiyah, Syamsul Anwar menjelaskan beberapa poin kompetensi yang mesti dikuasai seorang ulama. Pertama, menguasai dengan baik satu cabang ilmu, khususnya ilmu agama Islam. Sulit menjadi ulama tanpa menguasai pengetahuan agama Islam yang meliputi ilmu tafsir, hadis, fikih, falak, akhlak, dan lain-lain.
“Minimal menguasai dasar-dasar ilmu keislaman, karena tidak mungkin semuanya dikuasai yang membutuhkan waktu yang panjang. Tapi harus diberikan bekal-bekal pokok, dasar-dasar dari pengetahuan keislaman tersebut,” tutur Syamsul Anwar dalam acara Baitul Arqam yang diselenggarakan PUTM pada Ahad (08/08).
Kedua, menguasai ilmu alat, yakni bahasa Arab. Syamsul tidak ingin bila seorang kader Ulama Tarjih tidak memiliki kompetensi dalam membaca kitab kuning. Sebagai bagian dari tradisi diskursif Islam, kitab kuning menyimpan khazanah intelektual Islam masa lalu yang sangat kaya dan berharga. Karenanya, seorang kader Ulama Tarjih perlu juga menimba ilmu dari kitab-kitab turast.
“Pengabdian di masyarakat jangan hanya ceramah dari tempat ke tempat, tapi harus dibarengi dengan menempa diri sendiri dengan belajar. Karena menuntut ilmu itu dari buaian hingga liang lahat. Jadi prinsip belajar dalam Islam itu long life education!” tegas Syamsul.
Selain bahasa Arab, seorang kader Ulama Tarjih juga harus menguasai bahasa Inggris. Syamsul mengungkapkan bahwa kemampuan dalam bahasa Inggris akan memperkaya sekaligus memperluas khazanah pemikiran seorang kader Ulama Tarjih dalam menjawab tantangan kontemporer.
“Bahasa Inggris itu sarana untuk melihat dunia modern, sehingga kita bisa melakukan modernisasi. Kalau hanya bahasa Arab saja, di mana kitab yang dibaca tulisan 10 abad yang lalu, nanti kita hidup di abad 21 tapi pikiran kita abad 10. Karenanya, perlu bahasa Inggris,” terang Syamsul.
Ketiga, menguasai ilmu hisab. Pada bidang ini, Syamsul menuturkan kader Ulama Tarjih setidaknya memahami sesuatu yang paling dibutuhkan masyarakat seperti kriteria awal waktu salat, penentuan awal bulan baru, dan perhitungan arah kiblat. Selain untuk masyarakat, penguasaan akan ilmu hisab ini merupakan karakter khas yang melekat dalam diri Muhammadiyah.
“Kenapa harus menguasai falak? Karena Muhammadiyah ini pelopor dan sekaligus sistem perhitungan kalender dalam Muhammadiyah itu memakai hisab. Karenanya harus dikuasai ilmu hisab ini, sebab dibutuhkan masyarakat,”
Keempat, memiliki tingkat kesalehan tertentu. Sebelum mengajak masyarakat pada kebaikan, seorang ulama selesai dengan dirinya sendiri. Kelima, keterlibatan dengan masyarakat. Seorang ulama harus sudah sampai di mana bacaan dan pengetahuan itu mewujud dalam dirinya dalam kesederhanaannya dan kerendahhatiannya. Syamsul menjelaskan bahwa seorang ulama harus berperan aktif dan berbaur dengan masyarakat.
Keenam, memiliki wawasan kemuhammadiyahan dengan baik. Seorang Kader Ulama Tarjih juga penting untuk mengenalkan ideologi Muhammadiyah yang bersumber dari Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCCHM), Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), 10 Kepribadian Muhammadiyah, Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, sejarah Muhammadiyah, dan lain-lain.