MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Indonesia diperkirakan mendapat bonus demografi pada tahun 2045. Pada masa itu, 70% penduduk Indonesia adalah kelompok usia produktif (15-64 tahun) dan sisanya 30% merupakan penduduk yang tidak produktif (di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun).
Terkait dengan hal itu, Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK RI, Didik Suhardi berharap perhatian khusus dari Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PP NA).
“Karena porsi usia produktif lebih banyak, oleh karena itu Kemenko PMK punya tugas strategis memastikan usia produktif ini punya produktivias tinggi sehingga cita-cita Indonesia untuk jadi tujuh besar atau lima besar dunia dengan pendapatan per kapita tinggi bisa dicapai,” tuturnya.
Dalam forum International Conference On Women Peace And Harmony 2022, Selasa (30/8), Didik berharap NA memiliki sekian program spesifik berdasarkan skala prioritas di fase kembang dan tumbuh anak yang mana semuanya menuju pada satu tujuan, yakni tercipta dan terjaminnya sumber daya manusia Indonesia ideal.
Didik lantas memberi contoh konsep internalisasi nilai yang dirumuskan Kemenko PMK. Pada klaster pertama yang berada di tataran prenatal atau kehamilan, para ibu hamil diharapkan memiliki pola hidup yang sehat dan asupan gizi cukup agar bayi yang lahir tidak terlahir stunting.
“Sebab kalau itu terjadi, maka yang usia produktif ini produktivitasnya turun sehingga otomatis tidak optimal. Sedikit-sedikit sakit. Belum lagi daya nalarnya juga ikut lemah,” terang Didik.
Pada klaster kedua, adalah saat anak-anak mencapai usia dini. Pada masa ini, prioritas yang dilakukan adalah fase awal pendidikan nilai dan karakter anak. Nasyiatul Aisyiyah pada konteks ini dia harapkan memiliki program serupa.
Sementara itu pada klaster ketiga, yaitu pada anak usia SD-SMP, Didik menganggap perlunya penguatan internalisasi nilai-nilai utama. Pasalnya, tantangan pada masa ini mulai cukup tinggi seperti pergaulan dan rasa ingin tahu anak yang begitu besar.
Semua hal ini kata Didik diperlukan sebelum anak-anak usia produktif ini masuk ke jenjang yang lebih tinggi seperti perguruan tinggi misalnya. Pasalnya pada masa tersebut, mereka tidak lagi mengalami internalisasi, tetapi sudah sepenuhnya mandiri.
Jika hasil pendidikan baik, maka mereka akan bermanfaat bagi perhitungan demografis, tapi jika pendidikan mereka tidak seusai harapan, maka mereka bisa jadi mewujud sebagai beban demografis.
“Oleh karena itu sangat penting di usia pendidikan vokasi karena itu kemandirian, kerja keras, jujur, risk taker harus mulai dipraktikkan sehingga nanti ketika di usia produktif lebih banyak yang jadi job maker daripada job seeker,” ujarnya. (afn)
Hits: 3