MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Salah satu peran penting agama dalam mitigasi bencana adalah membentuk pandang masyarakat terhadap peristiwa yang menimpa mereka. Islam memiliki konsep bencana yang tertuang di dalam Al Quran. Dalam sumber ajaran Islam tersebut, bencana disebutkan menggunakan beberapa istilah yang beragam dengan konotasi berbeda sekaligus menawarkan rambu-rambu esensial dalam tanggap bencana.
Dalam Fikih Kebencanaan, beberapa istilah bencana di antaranya: fitnah merujuk pada kekacauan sosio-politik (QS. At-Taubah: 47), fasad menunjukan bencana sosial maupun ekologis (QS. Fushshilat: 30), sedangkan nazilah adalah bencana yang timbul karena skisma keagamaan (QS. Al Hijr: 90-91).
Peristiwa alam destruktif diwakili oleh istilah halak (QS. Al Qashash: 78), tadmir (QS. Al-Isra: 16), dan tamziq (QS. Saba’: 18-19). Kesemua istilah-istilah berada dalam payung dua istilah umum yang cukup penting dalam pemaknaan bencana, yakni bala’ dan mushibah.
Dari rangkaian ayat yang menggunakan istilah bala’ dan mushibah ini dapat disimpulkan kaidah fundamental bahwa: setiap kejadian memang telah ditetapkan oleh Allah (QS. Al-Hadid: 22-23), namun kerugian yang dialami manusia dalam kejadian tersebut adalah akibat perbuatannya sendiri (QS. An-Nisa: 79, QS. Ghafir: 30), dan Allah akan mengangkat derajat mereka yang merespon tiap kejadian dengan tindakan terbaik dan tidak berputus asa (QS. Al-Mulk: 2), sehingga bagi mereka, di balik kerugian itu ada rahmat yang besar dari Allah (QS. Al-Baqarah: 155-156).Bencana yang timbul karena peran langsung manusia seperti konflik sosial maupun kerusakan ekologis seharusnya bisa dicegah dengan memaksimalkan fungsi amar ma’ruf nahhyi munkar. Tentu otoritas tertinggi di sini ada di tangan pemerintah. Adapun bencana yang timbul karena peristiwa-peristiwa alam, hingga saat ini hanya bisa dihadapi dengan mitigasi.
Karenanya, menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Ayub dalam tulisannya di Republika pada 29 januari 2019 mengatakan bahwa penguasaan terhadap ilmu pengetahuan terkait kejadian-kejadian alam tersebut menjadi fardu kifayah; dalam suatu komunitas, wajib ada yang memilikinya. Otoritas ilmuwan-ilmuwan tersebut harus dihormati (QS. Al Anbiyaa’: 7).
Hits: 64