MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Posisi Muhammadiyah dalam memahami teks dilakukan secara komprehensif, kolektif/jama’I, independen, mempertimbangkan tetapi tidak terikat dengan aliran kalam/teologi, madzhab fikih dan thariqat shufiyah manapun.
Sehingga keislaman Muhammadiyah beridentitas Islam Moderat-Berkemajuan (Wasathiyah). Artinya, jika ditelakkan di antara kutub-kutub pemahaman keislaman lain, posisi Muhammadiyah berada ditengah, tidak ekstrem kekiri, liberal dan sekuler, juga tidak ekstrem kekanan, konservatif maupun fundamentalis.
Demikian disampaikan oleh Prof. Alimatul Qibtiyah, pada (22/1) dalam acara webinar dengan tema “Ormas, Ulama, dan Moderasi Beragama”.
Komisioner Komnas Perempuan ini menjelaskan, sifat wasathiyah yang dimiliki oleh Muhammadiyah bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Maqbullah, serta mengembangkan ijtihad dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani.
“Tajdidnya pemurnian dan dinamisasi, kemudian juga toleransi dan terbuka. Paham aqidahnya memang kemudian banyak kepada pemurnian terhadap persoalan-persoalan syirik dan lain sebagainya,” ungkapnya
Sedangkan dalam ahlak, Islam Wasathiyah ini mengikuti Rasulullah, tapi norma bisa kontekstual. Sehingga akhlak yang disandarkan kepada Rasulullah tersebut tidak berupa simbolis, misalkan dari cara berpakaian dan simbol-simbol lain.
Sikap Wasathiyah itu juga menjaga silaturahmi dan ukhuwah seluruh kalangan, dan menolak takfiri.
Dalam konteks pemahamannya terhadap negara, Muhammadiyah menganggap Indonesia sebagai Negara Pancasila darul ahdi wasyahadah. Karena semua sila yang ada dalam Pancasila itu sejalan dengan ajaran Islam.
“Juga di Muhammadiyah itu tidak berpolitik praktis, tapi juga tidak partai. Muhammadiyah juga tidak anti pemerintah, tapi akan memberikan kritik jika dinilai kurang sesuai,” tutur Prof Alim
Ketua Litbang PP ‘Aisyiyah ini menegaskan, moderasi beragama di Muhammadiyah adalah dengan tegas menolak takfiri.