MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Masuk dalam salah satu isu strategis Muhammadiyah, masalah rezimentasi agama dipandang krusial untuk dipecahkan. Rezimentasi agama adalah diadopsinya suatu paham agama tertentu sebagai pandangan resmi suatu negara.
Menurut Sekretaris Jenderal MUI, Dr. H. Amirsyah Tambunan, M.A, rezimentasi agama bisa berdampak positif atau negatif.
“Rezimentasi ini mengandung implikasi bisa melahirkan aspek-aspek positif jika agama dijadikan landasan nilai etika dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebaliknya menjadi negatif jika agama dijadikan alat atau memperalat agama pada kekuasaan dan dijalankan penuh dengan otoritarianisme,” jelasnya.
Dalam diskusi Dialektika Tvmu, Sabtu (10/12), tokoh Muhammadiyah asal Medan ini menegaskan bahwa bagi negara majemuk seperti Indonesia, rezimentasi agama berada pada posisi negatif. Pasalnya, rezimentasi agama dapat merusak nilai Pancasila sekaligus merusak nilai demokrasi.
“Rezimentasi agama membawa agama ke ranah publik yang kemudian menimbulkan kepemimpinan sebuah rezim yang meniadakan nilai-nilai demokrasi, ini sungguh tidak sesuai dengan demokrasi yang ingin kita bangun. Karena demokrasi yang ingin kita bangun adalah dari rakyat dan untuk rakyat, untuk mensejahterakan rakyat, bukan sebaliknya untuk membuat rakyat sengsara, miskin dan tidak berdaya,” jelas Amirsyah.
Kendati berpendapat negara harus netral dan menolak rezimentasi agama, Amirsyah menilai agama tetap harus hidup dalam kehidupan kebangsaan sebagai sumber nilai dan moral untuk membawa maslahat bersama. Dalam hal ini, dirinya berpendapat teori negara maslahat dari Imam Ghazali cocok bagi negara seperti Indonesia.
“Menurut Imam Ghazali, negara maslahat adalah yang secara seimbang membangun hubungan agama dan negara yang saling menguntungkan, simbiosis mutualisme,” tuturnya.
“Jadi misalkan agama itu bisa jadi sumber etika, nilai moral untuk melindungi umat beragama dan negara juga demikian, didirikan untuk melindungi segenap tumpah darah rakyat Indonesia. Jadi tidak bisa dipisahkan, simbiosis mutualisme,” ulangnya. (afn)