MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Mensyukuri Milad 77 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar acara Malam Gembira Puisi Merdeka di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (26/8).
Untuk diketahui, acara yang digelar di aula KH Ahmad Dahlan ini adalah acara pertama sejak pandemi terjadi pada Maret 2020. Berlangsung gayeng, hadir sastrawan besar Indonesia Taufik Ismail, Sutardji Calzoum Bahri, dan Abdul Hadi WM.
Para hadirin baik dari Ortom, Majelis, Lembaga di PP Muhammadiyah dan PWM DKI serta para rektor yang hadir bergantian membacakan puisi. Suasana penuh kegembiraan meliputi seluruh hadirin yang menyaksikan.
“Pokoknya malam ini kita buat jadi malam gembira untuk kita semua,” terang Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti.
Turut hadir, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Muhadjir Effendy semula diagendakan membaca tiga puisi. Namun, Muhadjir mengelak dan meminta Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti untuk mewakilinya. Setelah Mu’ti membacakan puisi Kita Adalah “Pemilik Sah Negeri Ini” karya Taufik Ismail, ternyata Muhadjir tetap diminta maju membaca.
Sebagai gantinya, Muhadjir membaca bait lagu “Bendera” karya Kotak Band yang dikawal dengan baik latar musiknya oleh Teater Cahaya Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT). “Bagus, acaranya bagus. Saya baca lagunya Kotak itu (Bendera),” ucap Muhadjir.
Karena suasana ceria dan penonton ikut bernyanyi, Muhadjir pun mengulang lagu itu satu kali lagi.
Setelah selesai membawakan lagu tersebut, dia mendapat tepuk tangan meriah dari para peserta. Namun Muhadjir berkelakar, “Bukannya makin bagus, malah makin kacau hehehe,” ujarnya bergurau disambut tawa dari hadirin lainnya. Puncak dari acara ini, Taufik Ismail membacakan karya puisinya yang berjudul “11 Wasiat untuk Cucu-cucuku”, sementara itu Sutardji membacakan puisi “Tanah Air Mata” dan lagu blues “Summertime” yang dipadukan dengan puisi Chairil Anwar berjudul “Aku”. Sementara itu, Abdul Hadi WM membaca puisi berjudul “Doa”.
“Malam hari ini kita mencoba berpuisi, mensyukuri kemerdekaan dan memaknai kemerdekaan dengan cara sastrawan. Budawayan dan sastrawan tentu memiliki cara dan ekspresi sendiri dalam memaknai dan merancang masa depan, tentu dengan imajinasi yang luar biasa yang kadang-kadang memang memiliki kekhasan dan kepekaan di luar dugaaan kita yang kadang-kadang hanya mengandalkan kekuatan aqliyah semata-mata,” tegas Abdul Mu’ti. (afn)
Hits: 3