MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Membuka forum webinar nasional guru Muhammadiyah, Sabtu (24/7) Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan delapan kompetensi guru berkemajuan.
Delapan kompetensi guru berikut menurut Haedar perlu disampaikan agar para guru Muhammadiyah mampu berperan menyangga pendidikan dan mengatasi problem kebangsaan, kemanusiaan dan mewujudkan pendidikan sesuai pada tujuan asalnya.
Pertama, pemahaman terhadap visi pendidikan nasional. Haedar mengingatkan agar para guru tidak abai terhadap karakter dan visi pendidikan nasional yang tercantum secara filosofis dalam Konstitusi (Pasal 31 UUD 1945) sebagai dasar pijakan mendidik generasi muda bangsa.
Haedar mengingatkan agar guru Muhammadiyah memahami secara utuh dan mendasar bahwa visi itu bukan perkara teknis-pragmatis sebagaimana kegaduhan yang belakangan muncul akibat Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035.
“Ingin mengejar kemampuan teknologi dan ekonomi semata itu baik, tapi meninggalkan prinsip lama yang mendasar itu salah. Maka para guru perlu paham itu sehingga ketika ada langkah-langkah, konsep, kebijakan, kita bisa bersuara memberikan pemikiran,” jelasnya.
Kedua, pemahaman terhadap peta jalan, konsep dasar, visi, dan filosofi pendidikan Muhammadiyah. Menurut Haedar hal ini perlu dipahami oleh guru Muhammadiyah sebagai bekal menyelenggarakan pendidikan.
Ketiga, kompetensi kualitas integritas, moral dan akhlak. Haedar mengingatkan bahwa idealisme guru adalah sebagai teladan para murid. Jadi, kesadaran sebagai uswah hasanah itu harus diikuti dengan perilaku yang membangun karakter para murid.
“Nilai-nilai akhlak menjadi panduan kita. Kata sejalan tindakan dan itu merupakan bentuk pendidikan yang paling konkrit. Murid itu, siswa itu akan mengidentifikasi diri dengan guru ketika dia di sekolah. Maka jangan sering-sering praktek yang bersifat kasus di lingkungan pendidikan. Guru melakukan kekerasan, pelecehan seksual, asusila dan sebagainya,” pesan Haedar.
Keempat, wawasan Keislaman. Guru Muhammadiyah, apapun mata pelajarannya dipesankan Haedar untuk memahami wawasan keagamaan Muhammadiyah baik Al Islam Kemuhammadiyahan maupun fatwa Majelis Tarjih.
“Bukan soal kita monolitik, tapi yang diputuskan Tarjih itu dasarnya kuat baik dari segi Alquran, ijtihad dan ushul fikih. Jadi kalau ada ulama dan organisasi lain ya kita hormati tapi jangan kita ikuti. Kalau warga Muhammadiyah, ikutilah Tarjih. Jangan ragu. Tidak mungkin PP Muhammadiyah dan Tarjih membawa Bapak Ibu sekalian kepada beragama yang salah,” jelas Haedar.
Kelima, wawasan keilmuan. Haedar berpesan agar para guru memiliki pemahaman interkoneksi, yaitu tidak melulu mengetahui disiplin yang dikuasainya saja, tetapi juga mempelajari disiplin lain sehingga memperkaya perspektif.
“Ini penting karena itu para guru tidak ada salahnya juga, bahkan baik, tradisi membaca hal-hal yang bersifat keilmuan. Jangan sampai kita ini jadul, ketinggalan jaman dalam hal rujukan keilmuan. Boleh jadj sesuatu di kita ini kalah dari anak-anak didik karena mereka belajar lebih cepat, tapi kita jangan sampai ketinggalan kereta,” pesannya.
Keenam, wawasan inklusif. Haedar mengingatkan agar para guru Muhammadiyah berwawasan luas dan memiliki relasi sosial yang terbuka dan cair, baik dalam lingkup keislaman, keumatan, kebangsaan hingga kemanusiaan global.
“Lebih-lebih di lingkungan di mana kita itu minoritas. Para guru Muhammadiyah di Papua, di NTT, di lembaga pendidikan paling kecil sampai perguruan tinggi itu wawasannya luar biasa. Nah para guru harus seperti itu,” pesan Haedar.
“Wawasan inklusif kita harus diperluas karena kalau guru itu sempit wawasannya akan dirujuk muridnya. Misalkan kasus (slogan) Islam-Islam Yes, Kafir-Kafir No. Nah, itu salah dalam cara mendidik karena wawasan Keislamannya terbatas,” kata Haedar.
“Bahwa kita punya konsep ahlul kitab, kafir, beriman itu iya. Tapi perspektifnya luas sekali. Jadi jangan dididik dengan cara yang instan seperti itu karena akan melahirkan wawasan yang sempit sekali,” imbuhnya.
Ketujuh, profesionalitas. Haedar mengingatkan bahwa para guru harus terus belajar menguasai teknologi dan meningkatkan kualitas daya saing pendidikan Muhammadiyah. Profesionalisme dan keikhlasan menurutnya tidak bisa dipertentangkan, tapi satu kesatuan.
Kedelapan kompetensi inovasi. Haedar mendorong para guru Muhammadiyah terus bergerak secara kreatif menghasilkan hal-hal baru yang muncul dari kerja ilmiah ataupun riset.
“Inovasi itu jadi bagian dari kehadiran guru. Tapi jangan berargumen begini, ini sudah berat kok harus berinovasi lagi. Ya hidup harus seperti itu, hidup ini menghadapi tantangan. Kalau mudah ya meninggal, karena tantangan itu harus dihadapi oleh orang yang berani hidup, bukan yang berani mati. Mati itu tidak usah berani atau takut karena akan datang dengan sendirinya, tapi berani hidup yang bermakna itulah yang bernilai,” pungkasnya.