MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Di era media sosial, fitnah dan prasangka buruk begitu mudahnya tercipta. Di Indonesia, iklim digital juga masih buruk akibat residu persaingan politik identitas tahun 2014/2017.
Hal ini diperburuk dengan minimnya daya literasi dan tidak adanya kedewasaan (akil baligh) dalam bermedia sosial sehingga menyuburkan polarisasi dan hilangnya nalar objektivitas.
Dipanasi oleh buzzer dari kedua belah pihak, masing-masing kelompok pun gemar menaburkan bibit kecurigaan yang berlebihan, sehingga sering dijumpai di antara para pendukungnya saling menebar fitnah, bahkan kepada sesama umat Islam.
Menanggapi situasi ini, Wakil Ketua Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Agus Tri Sundani menegaskan bahwa warga Muhammadiyah perlu giat kembali membaca berbagai putusan resmi organisasi terkait cara beragama Muhammadiyah agar tidak terseret arus fitnah.
“Menuduh orang itu harus klarifikasi atau bahasa Alqurannya tabayun. Karena termasuk menuduh orang kafir, itu pun tidak boleh sembarangan. Kalau di Muhammadiyah itu sudah jelas ada langkah pertama yakni dari ayat tabayun itu, Surat Al-Hujurat (ayat 6), dikutip resmi dalam langkah Muhammadiyah bahwa segala sesuatu kita harus melakukan tabayun atau klarifikasi dengan orang yang dituduh atau dicurigai dengan pemahaman sesat, termasuk kafir, apalagi munafik,” jelas Agus, Jumat (9/9).
Langkah yang dimaksud Agus adalah dokumen rumusan Langkah 12 Muhammadiyah tahun 1949 yang dicetuskan oleh Allahuyarham Kiai Haji Mas Mansur. Dalam dokumen itu ada penekanan pada musyawarah, adab, akhlak, dan muamalah dengan golongan lain.
Agus lalu mengutip bahwa Rasulullah Muhammad Saw sendiri semasa hidup hati-hati untuk mengeluarkan tuduhan, bahkan termasuk kepada pemimpin munafik Madinah, Abdullah ibn Ubay ibn Salul karena khawatir menebarkan fitnah yang kontraproduktif bagi kaum muslimin.
Selain itu, Agus juga mengutip doktrin Ideologis resmi Muhammadiyah, yakni Kepribadian Muhammadiyah seperti pasal tentang sikap berlapang dada, luas pandangan, memperbanyak kawan dan ukhuwah, bijaksana dan bekerja sama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
Ideologi resmi ini kata Agus juga dikuatkan oleh amanah dari Muktamar Makassar tahun 2015 tentang membangun dialog dengan kelompok-kelompok Islam yang berbeda, termasuk mereka yang berbeda dalam pemahaman iman.
“Jadi itu memang amanah yang diputuskan Muktamar,” tegasnya. Ideologi resmi Persyarikatan di atas inilah yang diharapkan Agus kembali diperkuat oleh warga Muhammadiyah agar tidak terseret arus fitnah sehingga tidak bersikap sesuai karakter Muhammadiyah sejati.
“Apalagi kalau dalam tanda kutip beda paham tidak boleh kita langsung menyesatkan mereka, harus diklarifikasi bahkan kalau sesama muslim juga harus diingatkan mereka karena jelas sendiri dalam ayat Alquran, wa tawāṣau bil-ḥaqqi wa tawāṣau biṣ-ṣabr, saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (Surat Al-Ashr ayat 3),” pungkasnya. (afn)
Foto : Ilustrasi