Oleh: A’an Ardianto
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk Indonesia berjumlah sekitar 270, 20 juta jiwa. Potensi muzaki zakat penghasilan diperkirakan sebesar 70,72 persen. Hilman Latief memaparkan bahwa 85% beragama Islam dan 14% di antaranya merupakan warga Muhammadiyah. Dari data tersebut diperkiraan potensi zakat di lingkungan persyarikatan (AUM dan warga Muhammadiyah) berdasarkan data tahun 2015 sebesar Rp. 524 milyar. Maka dengan asumsi pertumbuhan tiap tahun 20,86% (Ascarya:2018) perkiraan potensi zakat tahun 2020 mencapai Rp.1,4 triliun. Namun kenyataannya, harapan meningkatkanya jumlah penghimpunan zakat terhalang oleh lemahnya indeks literasi zakat (LIZ) masyarakat muslim Indonesia dan lingkungan warga persyarikatan.
Dalam beberapa literatur menyebutkan, praktik filantropi Islam di Indonesia tumbuh subur pada tahun 1990-an, didukung dengan adanya semangat identitas Islami yang tumbuh di kalangan masyarakat akar rumput. Karena tumbuhnya semangat berislam marak terjadi pada kalangan akar rumput bersamaan dengan bersemainya gerakan Islamisme, ranah pemikiran keislaman menjadi semakin kaku. Hal itu kemudian menjadi penghambat modernisasi perangkat dan cara kerja organisasi filantropi (Fauzia, 2017). Sehingga diperlukan penyegaran dalam pengetahuan untuk memahamkan masyarakat tentang zakat atau filantropi Islam. Pembaruan tersebut bisa dilakukan dengan “meminjam tangan” akademisi yang diharapkan bisa melakukan transformasi dan memberikan pengaruh pemikiran modern kepada generasi muda.
Sementara itu dilihat dari sejarah perkembangannya, perubahan pemahaman tentang zakat di Indonesia berubah dimulai sejak tahu 1970 sampai 1980-an, perubahan ini mendapatkan pengaruh dari kebijakan ekonomi Pemerintah Orde Baru yang mulai membuka pintu investasi untuk asing. Kebijakan politik pemerintah waktu itu yang menghendaki kemakmuran ditanggapi dengan sinis oleh para Cendikiawan Muslim, hal ini disebabkan karena adanya janji pemerataan kemakmuran namun tidak sesuai dengan realitanya. Kemakmuran yang dijanjikan hanya dinikmati masyarakat perkotaan, dan tidak menyentuh kepada masyarakat pedesan. Terlebih pembangunan hanya massif di Jawa (Retsikas, 2014).
Di abad 21 ini, lembaga filantropi Islam telah berkembang dengan pesat, namun tidak diimbangi oleh kesadaran muzzaki dalam menyalurkan zakatnya. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) merilis data total potensi zakat di Indonesia tahun 2020 sebesar Rp. 233,84 triliun dengan porsi terbesar pada zakat penghasilan yaitu Rp. 139,07 triliun. Dalam realisasinya total jumlah penghimpunan nasional di tahun 2019 masih berada di angka Rp. 10.166,12 triliun. Potensi Rp. 233,84 triliun tersebut meliputi Zakat Perusahaan sebesar Rp. 6,71 triliun, Zakat Penghasilan sebesar Rp. 139,07 triliun, Zakat Pertanian sebesar Rp. 19,79 triliun, Zakat Peternakan sebesar Rp. 9,51 triliun dan Zakat Uang Rp. 58,76 triliun.
Filantropi Progresif di Muhammadiyah
Penyegaran tentang filantropi yang berbasis agama secara umum di agama Islam dan khususnya di Muhammadiyah bukanlah tema yang baru. Di negara-negara Islam seperti Malaysia, Pakistan dan beberapa Negara Teluk, gerakan filantropi berada dibawah kendali negara. Berbeda dengan di Indonesia, meskipun negara hadir dalam mekanisme sebagai regulator, akan tetapi urusan zakat sebagian besar di bawah kendali masyarakat sipil.
Khususnya di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah terkait dengan literasi zakat telah banyak usaha yang dilakukan, diantaranya dengan melakukan kajian Fiqh Zakat Kontemporer. Kajian Fiqih Zakat Kontemporer tahun 2020 yang dihasilkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah merupakan bukti kuat bahwa ada ijtihad dalam mengkontekstualisasikan ajaran zakat – sebagai salah satu rukun Islam- di lingkungan persyarikatan. Kajian Fiqh Zakat Kontemporer masuk dalam pembahasan di Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih Muhammadiyah ke 31 tahun 2020. Pada Munas ini penyegaran pengetahuan tentang zakat yang dilakukan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah sekurangnya ada empat poin.
Pertama, menjadi pangkal kesejahteraan sosial (Al-Taubah : 103). Nilai-nilai dasar teologis yang melandasi pengelolaan harta kekayaan, yaitu 1). bahwa Allah adalah pemilik mutlak harta kekayaan, 2). bahwa Allah mendelegasikan pengelolaan harta kekayaan kepada manusia, 3). bahwa manusia, karena itu adalah pemilik nisbi atas harta kekayaan yang ada di tangannya dan 4). pengakuan kepemilikan individualdan harta berfungsi sosial. Adapun nilai dasar etiszakat adalah keadilan dan persaudaraan, dan nilai dasar yuridis syar’i zakat adalah kemaslahatan.
Kedua, Kewajiban zakat profesi merupakan hasil ijtihad ulama kontemporer. Penghasilan darisebuah profesi diqiyaskan dengan harta yang telah ada karena keduanya memiliki kemiripan; wajib dikeluarkan ketika sudah mencapai nisab dan berlalu satu haul. Cara perhitungan zakat profesi ada dua yaitu: dikenakan pada penghasilan bersih atau dikenakan pada penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Ketiga, Pembagian zakat fitrah dapat dilakukan sepanjang tahun atau bahkan seumur hidup dengan pertimbangan salah satu prinsip zakat yaitu zakat harus mampu meningkatkan kesejahteraan penerimanya dan merubahnya dari penerima menjadi pemberi zakat.
Keempat, Terkait zakat perusahaan, badan usaha komersil merupakan subjek hukum syariah, sehingga dikenakan zakat perusahaan.
Selain penyegaran pada ranah normatif-teoritis, terobosan metode praksis untuk penghimpunan zakat juga dilakukan. Seperti Program Da’i Zakat yang dilakukan pada pertengahan tahun 2020, LAZISMU Jawa Tengah melakukan MOU dengan Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah untuk menjalankan program Da’i Zakat. Program ini bertujuan untuk mensinergikan gerak langkah antara para da’i dan pengelola zakat untuk melakukan edukasi zakat di kalangan warga persyarikatan. Para da’i kemudian dibekali dengan ilmu fiqih zakat dan pengelolaan ZIS ala LAZISMU serta mengajak warga persyarikatan untuk aktif menyalurkan zakatnya di LAZISMU.
Program ini dapat dijadikan contoh bagi wilayah lain dalam menumbuhkan kesadaran berzakat di kalangan jama’ah. Kolaborasi ustadz/ustadzah sebagai duta dalam menyampaikan visi dakwah serta sosialisasi materi-materi hasil kajian Majelis Tarjih Muhammadiyah seperti Fiqih Zakat Kontemporer menjadi gerakan yang konkret dalam upaya edukasi zakat di Muhammadiyah.
Editor: Fauzan AS
Hits: 213