MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas mengatakan bahwa rumusan akidah antara Muhammadiyah dan aliran teologi Asy’ariyah memiliki banyak persamaan. Hanya saja ada perbedaan nyata yaitu: dalam Asy’ariyah, akidah tauhid menjadi sistem kepercayaan spiritual, sementara dalam Muhammadiyah menjadi sistem kepercayaan etis.
“Karena itu, Ahlil Haqqi wa Sunnah dalam Muhammadiyah pengertiannya menjadi penganut kebenaran yang membesakan dari ketidaksejahteraan, ketidakdamaian, dan ketidakbahagiaan dan pengikut sunnah generasi salaf yang mengembangkan kesalehan pribadi dan kesalehan sosial,” kata Hamim dalam Pengajian Tarjih edisi 141 pada Rabu (22/09).
Selain ada persamaan dan perbedaan dengan Asy’ariyah, Muhammadiyah dengan gerakan Wahabi juga demikian. Persamaan Muhammadiyah dan Wahabi ialah keduanya menggunakan slogan ‘kembali kepada al-Quran dan al-Sunah’, tidak berafiliasi mazhab tertentu, dan penekanan terhadap ajaran tauhid yang murni. Sementara perbedaannya, Wahabi kerap kali mempraktekkan intepretasi teks keagamaan secara literal, tidak adaptif dengan konteks zaman, dan cenderung memilih pendapat yang sulit dengan alasan kehati-hatian (ihtiyat).
“Akidah tauhid wahabi itu konservatisme untuk mewujudkan kehidupan yang puritan, tidak ada campuran dari yang lain dalam hampir segala hal. Kalau salafi jihadi, akidah tauhidnya itu revivalisme, yaitu untuk membuat umat Islam menjalani hidup sekarang ini seperti hidup yang dijalani pada zaman Nabi Saw, Sahabat, dan Tabiin,” kata Hamim.
Salah satu ajaran Wahabi ialah anjuran agar perempuan tidak banyak keluar rumah. Mereka sangat membatasi peran perempuan di ruang publik. Hal tersebut lantaran mereka berkeyakinan bahwa perempuan pada masa kenabian hingga generasi tabiin hanya mengurusi hal-hal domestik rumah tangga semata. Artinya, perempuan tidak bisa menjadi pemimpin.
Berbeda dengan Muhammadiyah, ‘Aisyiyah sebagai organisasi Islam dengan paham keagamaan yang moderat telah mencontohkan bagaimana seharusnya perempuan berkiprah di ruang publik. Mereka tidak hanya mengurusi rumah tangga, namun perempuan juga memiliki tanggung jawab yang sama dalam tugas-tugas sosial untuk pencerahan dan kesejahteraan umat manusia. Artinya dalam pandangan Muhammadiyah, perempuan boleh menjadi pemimpin.
“Muhammadiyah itu sistem akidah tauhidnya yaitu sistem kepercayaan etis, sehingga tauhid berfungsi untuk kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian di dunia dan di akhirat. Hal ini tentu saja berbeda,” ungkap Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.