MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Sepanjang masa pandemi tahun 2020-2021, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah mengeluarkan tujuh Surat Edaran yang berisi fatwa-fatwa keagamaan. Menurut Syamsul Anwar, fatwa yang dikeluarkan selama masa pandemi ini mengikuti Manhaj Tarjih sebagai landasan dalam menentukan hukum. Di dalam Manhaj Tarjih terdapat empat unsur dasar yaitu: wawasan, sumber, pendekatan, dan prosedur teknis.
“Menentukan hukum Islam dalam Muhammadiyah biasa disebut dengan kegiatan bertarjih, yakni melakukan pengkajian masalah sosial dan kemanusiaan dari perspektif agama Islam,” terang Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (19/10).
Berdasarkan Manhaj Tarjih tersebut, Syamsul menjelaskan bahwa metode tarjih didasarkan kepada dua asumsi pokok, yaitu 1) asumsi integralistik; dan 2) asumsi hirarkis. Asumsi integralistik mepostulasikan teori keabsahan koroboratif tentang norma, yakni suatu asumsi yang memandang adanya koroborasi dan saling mendukung di antara berbagai elemen sumber guna melahirkan suatu norma. Asumsi hirarkis adalah suatu anggapan bahwa norma itu berjenjang dari norma yang paling bawah hingga norma paling atas.
Sementara itu, untuk menemukan norma konkret (al-ahkam al-far’iyyah) terdapat tiga ragam metode yang secara tidak langsung dipraktikkan dalam pengambilan keputusan atau fatwa tarjih. Ragam metode dimaksud adalah 1) metode bayani (metode interpretasi); 2) metode kausasi, baik kausasi berdasarkan kausa efisien maupun berdasarkan kausa finalis (maqashid asy-syari’ah); dan (3 metode sinkronisasi dalam hal terjadi taarud.
Syamsul menerangkan, Jika terjadi ta‘arud, diselesaikan dengan urutan caracara sebagai berikut:1) al-jam‘u wa at-taufīq, yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun zahirnya ta‘arud. Sedangkan pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya (takhyir); 2) at-tarjih, yakni memilih dalil yang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lemah; 3) an-naskh, yakni mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir; dan 4) at-tawaqquf, yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru.
Inilah bangunan argumen yang digunakan Majelis Tarjih dalam mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan sepanjang masa pandemi. Berdasarkan ragam metode yang telah disebutkan di atas, sepanjang pandemi salat jumat di masjid ditiadakan, salat berjamaah di masjid dialihkan ke rumah masing-masing, kebolehan nakes untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan, dan lain-lain.