MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Pacaran dalam Islam berarti berteman dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami atau istri. Tidak dibenarkan bila makna pacaran sebagai pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan atau berpasangan untuk melakukan perbuatan zina. Sebab Allah Swt befirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’: 32).
Fatwa Tarjih dalam Majalah Suara Muhammadiyah No. 23 tahun 2003 menyamakan antara masa pacaran dengan masa pertunangan. Pada masa ini masing-masing pihak harus menjaga diri mereka masing-masing karena hukum hubungan mereka sama dengan hubungan orang-orang yang belum terikat dengan akad nikah.
Karenanya, mereka harus tetap memelihara matanya agar tidak melihat aurat pacar atau tunangannya, begitu pula wanita atau laki-laki yang lain. Melihat saja dilarang tentu lebih dilarang lagi merabanya. Memelihara kehormatannya atau kemaluannya agar tidak mendekati perbuatan zina. Untuk menjaga diri dari hal-hal yang dilarang agama, dianjurkan sering melakukan puasa-puasa sunat, sebab melakukan puasa merupakan perisai agar terhindar dari perbuatan zina. Hal tersebut berdasarkan hadis sebagai berikut:
“Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesunguhnya puasa itu perisai baginya” (HR. al-Bukhari dan Muslim).