MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Ucapan belasungkawa terus mengalir kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah seiring dengan wafatnya anggota PP Muhammadiyah Prof. Dr. Suyatno, M.Pd pada Ahad sore (10/10).
Sampai Selasa (13/10) berbagai kenangan tentang kebaikan, jasa, hingga pribadi almarhum naik melalui ucapan personal banyak pihak di media sosial.
Hampir setiap kesan membenarkan tiga pandangan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir terhadap almarhum pada forum takziah virtual, Senin (12/10).
Seperti diketahui, Haedar Nashir bersaksi bahwa almarhum memiliki kesalehan pribadi yang membuat pergaulannya luas dan diterima banyak pihak. Kedua, almarhum adalah sosok pengayom dan mujahid penuh khidmat bagi Persyarikatan. Dan ketiga, almarhum memiliki kegigihan dan visi yang maju.
Penuh Welas Asih dan Amanah
Kesan Haedar Nashir tentang sifat lembah manah almarhum juga dimafhumi oleh para wartawan Muhammadiyah di wilayah Jakarta. Almarhum dikenang sebagai sosok pejabat Persyarikatan yang paling ramah dan tidak pernah sekalipun menghindari wartawan.
Bahkan, hampir setiap bertemu wartawan Muhammadiyah, Prof. Suyatno tanpa perlu diminta sering menawarkan diri untuk diwawancara guna memberikan informasi kepada umat terkait amanah yang sedang diampunya.
“Kita mengenal Prof. Suyatno sebagai pribadi baik dan menyenangkan. Beliau lembah manah, sifat welas asihnya begitu kuat, suka menolong dan membantu, lebih-lebih kegiatan Persyarikatan, meski itu kadang membuat diri beliau berat beban,” kenang Haedar.
Membesarkan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA)
Tepat pukul 13.30 WIB Ahad (10/10), Allahuyarham Suyatno bin Cholimi menutup usia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta setelah berjuang melalui fase kritis akibat penyakit usus besar yang dideritanya.
Kematian Prof. Suyatno tidak serta merta mengubur namanya. Lewat kesuksesan membawa UHAMKA merangkak dari bawah hingga menjadi salah satu universitas swasta bergengsi di Jakarta terakreditasi A BAN-PT, nama almarhum seperti peribahasa “Bagai kuku dengan daging”.
“Nama almarhum Prof. Suyatno dengan UHAMKA bagaikan dua sisi mata uang. Setiap orang berbicara UHAMKA pasti ingat nama Prof. Suyatno, begitu juga sebaliknya setiap orang berbicara nama Prof. Suyatno pasti ingat UHAMKA. Itulah yang kami rasakan,” demikian ungkap Rektor UHAMKA periode 2018-2022 Gunawan Suryoputro dalam forum Takziah Virtual, Senin (12/10).
Rektor Kedua UHAMKA
Kesan kuat UHAMKA dengan almarhum Suyatno memanglah wajar. Pasalnya, sejak Kemendikbud RI menetapkan perubahan bentuk Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Jakarta yang berdiri pada 18 November 1957 menjadi UHAMKA pada tanggal 30 Mei 1997, almarhum menjadi rektor kedua UHAMKA dengan total masa jabatan paling lama.
Merujuk pada situs resmi UHAMKA, almarhum Suyatno menjabat sebagai Rektor kedua UHAMKA selama dua kali masa jabatan dari tahun 2005 hingga 2018 (2005–2009) dan (2010–2018).
Total, almarhum menjabat sebagai rektor UHAMKA selama 13 tahun atau lima tahun lebih lama dibandingkan dengan rektor sebelumnya, yakni Dr. H. Qomari Anwar yang menjadi Rektor UHAMKA pertama dengan dua kali masa jabatan berdurasi total 8 tahun.
13 Tahun Mengabdi
Hasil dari pengkhidmatan almarhum selama 13 tahun, UHAMKA kini menjelma menjadi universitas besar dengan 8 kampus, 10 fakultas, 41 prodi, dan 20.021 mahasiswa.
“Beliau sangat signifikan dan menjadikan Universitas eks IKIP ini mengalami perkembangan yang sangat cepat dan signifikan, baik infrastruktur fisik dan akademik, terutama membuka program-program pasca sarjana dan prodi-prodi penting,” kesan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015 Din Syamsudin, Senin (12/10).
Membidani Lahir Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung
“Ibarat bayi, Universitas Muhammadiyah Bandung itu lahirnya susah. Bayi sungsang, bukan kepalanya dulu, tapi kakinya. Karena itu perlu operasi cesar,” demikian kata Menko PMK RI Muhadjir Effendi kala menghadiri pelantikan Rektor UM Bandung periode 2021-2025 Herry Suhardiyanto menggantikan Prof. Suyatno, Rabu, (16/6).
Kala itu, Muhadjir mengibaratkan Allahuyarham Suyatno sebagai bidan. Sebab, almarhum juga mengakui bahwa sejak menangani UM Bandung pada 2016, angkatan pertama hanya berkisar 57 mahasiswa dengan tempat kuliah di sebuah gedung kontrakan.
Setelah almarhum melepas masa jabatan, UM Bandung berubah menjadi universitas dengan empat fakultas dan 18 program studi serta 2.500 mahasiswa. Tak hanya itu, UM Bandung juga telah memiliki bangunan sendiri yang berdiri megah setinggi 15 lantai dengan empat gedung utama di atas lahan seluas 1,4 hektare.
”la seperti pemimpin yang tak pernah tidur. Pak Suyatno juga bekerja dengan sangat cepat. Saya kadang agak kewalahan mengikuti irama Pak Yatno dalam bekerja. Terutama dalam kaitannya dengan pengembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah,” kesan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam komentar buku Biografi Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd. Mengabdi, Memimpin Perubahan oleh Penerbit RM BOOKS yang cetak pada tahun 2019.
Jiwa Aktivis Yang Selalu Menyala
Mengenang pria kelahiran Purbalingga ini, Din Syamsudin mengingat kesan pada almarhum sejak pertemuan pertamanya di antara tahun 1980-1985 saat almarhum bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah IKIP Muhammadiyah Jakarta.
Di IMM IKIP Muhammadiyah Jakarta, almarhum menurut Din mendapat sentuhan aktivisme oleh sosok Anwar Abbas (sekarang Ketua PP Muhammadiyah) dan almarhum Ali Fauzi.
“Beliau adalah sosok aktivis sejati, aktif seaktif-aktifnya. Meskipun tidak pernah menjabat di IMM pusat maupun Pemuda Muhammadiyah,” kenang Din.
Masuk PP Muhammadiyah Pada 2005
Menurut Haedar Nashir, almarhum Suyatno berkhidmat di Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejak 2005 seiring dengan usainya Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang.
Nama almarhum baru tercatat dalam 13 besar struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muktamar ke-47 Makassar tahun 2015 yang mengamanahi almarhum dengan tugas sebagai Bendahara Umum PP Muhammadiyah tahun 2015-2020.
Setelah lulus dari program sarjana Studi Bahasa Indonesia IKIP Muhammadiyah Jakarta, Suyanto meneruskan pendidikan pasca sarjana di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Program doktor diraih di Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ), sementara itu gelar Guru Besar diraih almarhum di Universitas UHAMKA pada tahun 2009.
Aktif di APTISI dan FRI
Selain aktif dalam kegiatan Persyarikatan, almarhum menurut Rektor UHAMKA Gunawan Suryoputro aktif dalam APTISI (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia) dan FRI (Forum Rektor Indonesia) beserta berbagai forum lainnya.
Menghembuskan nafas terakhir pada usia 57 tahun di Jakarta, jenazah almarhum tiba di kampung halamannya di Purbalingga. Setibanya di kampung halaman, jenazah diantar oleh pasukan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah menuju liang lahat. Almarhum dikebumikan di Desa Bodas, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, wa an laisa lil-insaani illa maa sa’a.
Naskah: Afandi
Editor: Fauzan AS