MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Dalam sejarahnya, Kakbah bukan kiblat pertama bagi umat Islam untuk menghadapkan wajahnya saat salat. Sebelumnya arah kiblat umat Islam adalah ke Masjidil Aqsa atau Baitul Maqdis di Yerusalem. QS. Al-Baqarah ayat 142 s/d 152 mengabadikan momen tersebut yang dihubungkan dengan idealitas masyarakat Islam.
“Rasulullah sebagai pewaris millah Ibrahim memiliki hak yang utuh untuk beribadah menghadapkan ke Masjdil Haram. Ketika terjadi perubahan arah kiblat, ini sebenarnya sesuatu yang berat,” terang Ustadi dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (05/08).
Ustadi Hamsah menjelaskan saat arah kiblat mengalami perubahan, tidak sedikit konflik yang terjadi di antara muslim. Bagi kalangan munafik-murtad, perubahan arah kiblat merupakan bukti ketidakpastian ajaran Islam. Bagi kalangan muslim, mereka kebingungan apakah salat mereka selama ini sah atau tidak. Sementara ahlu al-kitab menganggap ajaran Islam sama dengan mereka karena arah dan cara ibadah yang serupa.
“Ini ujian berat bagi Rasulullah untuk melaksanakan perintah Allah. Perpindahan arah kiblat menjadi sesuatu yang polemis yang dikonstruksi ulang oleh kelompok-kelompok yang menentang Rasul dengan wacana-wacana yang memojokan,” tutur dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.
Ustadi kemudian memaparkan butir-butir hikmah dari peristiwa perpindahan kiblat, di antaranya: Pertama, sebuah kebenaran fungsional. Maksdunya, agar orang-orang yang menentang ajaran Islam tidak memiliki alasan untuk menolak Rasulullah Saw sekaligus sebagai penegas bahwa apa yang dilakukan Rasulullah Saw bukan keinginan pribadi melainkan petunjuk dari Allah.
Kedua, penyempurnaan syariat. “Dengan mengarahkan kiblat ke Masjidil Haram ini berarti penyempurna syariat bahwa inilah identitas yang dimiliki umat Islam, kiblatnya jelas. Penegasan yang tegas, yang menciptakan ketertiban, kerapian, keindahan, itu identitas umat Islam,” ungkapnya.
Ketiga, hidayah taufiq. Menurut Ustadi, dengan berkiblat ke Masjidil Haram semakin memantapkan identitas Islam yang pasti. Kemantapan identitas Islam membawa pada kesatuan dan kekuatan yang nantinya bisa diarahkan untuk menciptakan tatanan kebaikan dan kemaslahatan.
“Dengan adanya perubahan ini, kemantapan untuk beribadah untuk meneguhkan Islam semakin mantap, karena identitasnya jelas yaitu menghadap ke Masjidil Haram. Inilah hikmah dari perubahan kiblat,” kata anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ini.