MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGAYKARTA— Dunia manusia ter-shifting, yang awal relasi atau hubungan antara mereka dilakukan secara nyata kini dilakukan melalui dunia maya atau digital. Menurut Tri Hastuti, Sekretaris PP ‘Aisyiyah perubahan ini juga diikuti jenis maupun metode kekerasan berbasis gender.
Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO), kata Tri Hastuti adalah kekerasan yang dilakukan melalui online berbasis gender. Tidak bisa dipungkiri, motif kekerasan yang dilakukan oleh seseorang terhadap yang lain ada yang berangkat dari perbedaan jenis kelamin. Motif kekerasan tersebut kemudian diperantarai oleh media online atau digital.
“Kekerasan itu memang disengaja karena jenis kelaminnya, kemudian diperantarai oleh online. Karena kita memang sekarang hidup dalam era digital yang semua serba online,” kata Tri Hastuti pada (8/3) dalam acara Bicara yang diadakan oleh PP ‘Aisyiyah
Konteks kedua terjadinya KGBO adalah terkait dengan adanya pandemic covid-19. Dibatasinya mobilitas bertemu antar orang secara langsung, menjadikan media online sebagai medium interaksi. Medium ini yang kemudian dijadikan sebagai tempat untuk melakukan tindak kekerasan berbasis gender.
Dari keadaan-keadaan yang sedemikian rupa, Tri Hastuti mengajak kepada seluruh elemen dan kader ‘Aisyiyah untuk melakukan promosi dan penyadaran atas bahaya KGBO ini. Terjadinya KGBO menurutnya juga erat kaitan dengan relasi tidak setara yang dijalin antara laki-laki dan perempuan. Relasi timpang ini melanggengkan anggapan bawah, kekerasan kepada perempuan sebagai suatu yang biasa.
“Salah satu cara menyerang orang lain karena jenis kelaminnya itu bertujuan juga untuk menunjukkan relasi kuasa, bahwa ada dominasi satu dengan yang lain berbasis gender,” tambahnya
Masih maraknya terjadi KGBO, kata Tri merupakan sisi lain akibat rendahnya kesadaran dan kultur warganet. Semakin banyak varian platform media sosial, harus diimbangi dengan sikap asertif para pengguna media sosial. Menurutnya, kedekatan yang dijalin dengan lawan jenis tidak menjamin perempuan akan aman dari tindakan kekerasan.
“Ungkapan-ungkapan pelecehan adalah ketika tidak terjadi kesepakatan atau persetujuan, dan orang yang diberikan pengungkapan tersebut tidak nyaman, tidak enak, seperti itu adalah semua bentuk-bentuk pelecehan,” ungkap Tri Hastuti
Karena itu dia berpesan supaya ada perubahan kultur, gaya-gaya bercanda berlebihan yang menyinggung bentuuk tubuh seseorang baiknya dihindari. Maka, kata Tri, seseorang baiknya mulai muhasabah terhadap diri dan menghargai bentuk tubuh yang dimilikinya sendiri.