MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Sikap wasathiyah sebagai ciri yang melekat dalam gerakan Islam berkemajuan telah memiliki akar dan hidup dalam sejarah perkembangan Muhammadiyah sejak awal sampai sekarang.
Hal itu disampaikan secara langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada penutupan Pengajian Ramadan 1446 H yang digelar pada Selasa, (4/6). Pada kesempatan itu, Haedar turut menyampaikan bahwa dalam konteks Wasathiyah islam berkemajuan, Muhammadiyah adalah sebuah eksemplar yang ada dalam peradaban dunia.
“Bahwa Muhammadiyah merupakan eksemplar atau contoh soal dari wasathiyah islam berkemajuan. Gerakan islam modern, gerakan tajdid islam, gerakan islam reformis yang kemudian dibungkus dalam gerakan islam berkemajuan itu sesungguhnya merupakan karakter yang khas, yang distingtif dari Muhammadiyah daripada dengan yang lain, baik secara ideologi, teologi, maupun praksis,” jelasnya.
Ciri Khas Muhammadiyah: Sebuah Warisan dari Sang Pembaharu
Di tengah-tengah lalu lintas dinamika pemikiran dan gerakan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, bahkan ranah global, Muhammadiyah yang dalam hal tersebut memposisikan diri dalam islam wasathiyah berkemajuan sejak berdirinya memang memiliki karakter khas dan cita-cita untuk membangun Islamic Society.
Dijelaskan oleh Haedar Nashir bahwa KH Ahmad Dahlan sang pendiri Muhammadiyah merupakan seorang tokoh pembaharu yang di luar kelaziman dimana pembaharuan-pembaharuan yang dikemukakannya itu melampaui zamannya (pada saat itu).
“Kiai Dahlan kenapa kok disebut sebagai pembaharu yang di luar kelaziman? karena pembaharuan Kiai Dahlan itu melampaui zamannya. Beliau ketika belajar di tanah suci dan ketika kembali ke tanah air justru melakukan pembaharuan-pembaharuan yang banyak sekali bagi umat islam,”
“Ajaran Kyai Dahlan itu bukan hanya bergerak di teologis dan ideologis tetapi juga melahirkan praksis, itulah makna berkemajuan. kemajuan dalam pemikiran perspektif ideologi dan teologisnya tetapi juga melahirkan kemajuan dalam pergerakannya,” jelas Haedar pada acara yang diadakan di UMY Student Dormitory Yogyakarta.
Maka dengan warisan yang diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut, Haedar berharap Muhammadiyah tetap dalam posisi yang Wasathiyah tetapi tidak hanya soal wasathiyah saja, di Muhammadiyah juga harus mampu bergerak menjadi Syuhada wa ala Nas.
“Muhammadiyah itu posisinya wasathiyah tetapi tidak hanya soal wasathiyah, tapi wasathiyah yang bergerak menjadi Syuhada Alannas,”
“Ketika isu wasathiyah islam yang berada pada pemikiran kanan dan kiri, maka dalam konteks pemikiran ada gerak praksis, ada gerak dinamik, progresif dimana hal tersebut juga dapat menghasilkan sifat khair, sifat adil, sifat khiyar yang lalu melahirkan pergerakan,” tegasnya.
Lebih lanjut dalam menyimpulkan poin kajiannya, maka Haedar berpesan bahwa warga Muhammadiyah perlu untuk terus memperkaya, mempertajam pemikiran, serta bertindak lebih dalam konteks praksis untuk menjadi gerakan yang berada pada level yang terbaik.
“Saat ini kita sudah tenggelam dalam kerutinan namun kita jarang membaca, kita jarang merefleksi pemikiran. Dari situ kita harus bisa memperkaya pemikiran-pemikiran kita, jangan sampai kita kehilangan perspektif,”
“Pahami, hayati, dalami kembali seperti dengan generasi muhammadiyah awal yang kaya dengan pemikiran. Hal itu bisa diperoleh dari membaca, belajar, dari berdialog, berdiskusi, dan mengkaji. Kita harus menyempatkan itu untuk mempertajam kualitas kita supaya dapat lebih progresif dan tidak terlalu pada zona nyaman,” pesan Haedar. (bhisma)