MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dalam Kajian Ahad Pagi yang diselenggarakan di Masjid Kiai Sudja pada Ahad (28/07), Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syamsul Anwar, memaparkan pentingnya pendekatan irfani dalam pengambilan keputusan yang melibatkan kedalaman kesadaran nurani.
Dalam penjelasannya, Syamsul menjelaskan bahwa pemahaman agama tidak dapat selalu ditentukan hanya berdasarkan teks dan logika atau akal. “Banyak hal yang tidak cukup diputuskan berdasarkan logika akal, mungkin secara logika benar, tetapi secara nurani belum tentu layak untuk dikerjakan atau diputuskan,” ujarnya.
Syamsul memberikan contoh konkret mengenai situasi yang dihadapi selama bencana dan pandemi, seperti gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006 dan pandemi COVID-19. Menurutnya, Majelis Tarjih Muhammadiyah telah mengeluarkan fatwa yang memungkinkan umat untuk berinfak dalam membantu korban bencana dan pandemi.
“Bagi mereka yang mampu, silakan membantu korban bencana Aceh, gempa Jogja, erupsi Merapi, dan COVID-19,” tegas Syamsul.
Guru Besar Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini menjelaskan, pada momen Idul Adha pada masa COVID-19, tidak semua orang mampu berkorban dengan menyembelih hewan. Oleh karena itu, Majelis Tarjih menekankan pentingnya membantu mereka yang membutuhkan lebih diutamakan daripada berkorban.
“Korban itu perintah agama, tetapi dalam situasi tertentu, utamakan membantu,” tambah Syamsul.
Lebih jauh, Syamsul menjelaskan alasan di balik pendekatan irfani ini, yang memerlukan kepekaan nurani untuk memahami situasi. Ia menekankan, “Dalam konteks masjid, lingkungan yang lebih mapan sering kali memiliki sumber daya yang cukup, sedangkan korban bencana memerlukan bantuan yang lebih mendesak.”
Dengan adanya pendekatan irfani, Muhammadiyah berupaya menjaga keseimbangan antara pelaksanaan ibadah dan kepekaan sosial.
Syamsul menekankan pentingnya pendekatan yang bersifat bayani, burhani, dan irfani dalam memahami dan menerapkan ajaran agama. “Pendekatan bayani menggunakan ayat-ayat Quran dan hadis, burhani berbasis ilmu pengetahuan, dan irfani mengedepankan kesadaran nurani yang mendalam,” tuturnya.
Dengan demikian, Muhammadiyah terus berkomitmen untuk melakukan tajdid atau pembaruan pemikiran yang relevan dengan konteks zaman, serta mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan sosial yang mendalam dalam setiap keputusan yang diambil.