MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Menjelang Pilkada termasuk Pilkades, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Ridho Al Hamdi ingatkan posisi Muhammadiyah independen bukan netral.
Hal itu disampaikan Ridho yang juga Dosen Fisipol UMY ini pada Kamis (14/11) dalam Gerakan Subuh Mengaji (GSM) ‘Aisyiyah “Strategi Muhammadiyah dalam Menghadapi Pilkada dan Pilkades”.
Ridho Al Hamdi menyampaikan, posisi politik Muhammadiyah tidak mempunyai hubungan secara organisatoris dengan partai politik atau organisasi apapun. Posisi tersebut tertuang dalam Khittah Ujung Pandang tahun 1971.
Posisi itu kemudian juga diperkuat oleh Keputusan Muktamar pada 1978 di Kota Surabaya. Kemudian juga ada Khittah Denpasar 2002, yang menyebutkan Muhammadiyah memposisikan diri sebagai kelompok kepentingan dan kekuatan moral.
Selanjutnya, meski tidak berafiliasi dengan parpol apapun dan organisasi apapun, namun Muhammadiyah sesuai Amanat Muktamar ke-48 di Surakarta 2022, mendorong adanya diaspora kader ke lembaga-lembaga negara.
“Dari posisi ini, ini bukan strategi yang mudah. Karena di satu sisi Muhammadiyah menjaga independensi – tidak memiliki hubungan organisatoris dengan kekuatan politik manapun, dan bukan organisasi politik. Namun di sisi lain memiliki amanat mendiasporakan kadernya ke lembaga-lembaga negara,” katanya.
“Ini bukan hal yang mudah, di satu sisi kita menjaga jarak, namun di sisi lain kita harus dekat dengan yang dijaga jaraknya itu. Maka karena ini independen, maka Muhammadiyah harus meletakkan atau memposisikan diri secara strategis,” imbuhnya.
Oleh karena itu, menurut Ridho kurang tepat jika menyebut posisi Muhammadiyah di arena politik praktis itu netral. Melainkan yang lebih tepat adalah dengan menyebut posisi Muhammadiyah itu independen.
“Independen itu tidak netral. Independen itu memiliki otoritas otonom, dan berwenang mengatur rumah tangganya sendiri, mempunyai calon sendiri,” ungkapnya.
Posisi tersebut terlihat jelas dalam konteks pencalonan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Muhammadiyah di beberapa wilayah sering mengusung calon dari kalangan internal untuk maju dalam konteks pemilihan DPD.
“Termasuk salah satunya pada Pilpres 2004 lalu. 20 tahun yang lalu. Muhammadiyah pernah mengusulkan Amien Rais menjadi Capres. Capres tersebut jika dijelaskan Muhammadiyah bersifat netral itu sulit, karena dia tidak cukup tepat, yang tepat adalah Muhammadiyah independen,” ungkapnya.
Sikap independen ini diperkuat oleh dokumen resmi persyarikatan dalam Himpunan Putusan Organisasi (HPO). Dalam HPO tidak pernah disebutkan posisi Muhammadiyah dalam politik praktis itu netral, yang ada adalah Muhammadiyah independen.