Dalam Islam, keharaman minuman memabukkan atau khamr telah ditegaskan dalam Al-Quran dan hadis Nabi. Firman Allah dalam Q.S. Al-Maidah (5): 90 menjelaskan bahwa khamr, bersama dengan perjudian dan penyembahan berhala, termasuk perbuatan yang berasal dari tipu daya setan.
Perbuatan ini harus dijauhi oleh orang-orang beriman demi meraih keberuntungan di dunia dan akhirat. Dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 219, Allah menyebutkan bahwa meskipun khamr memiliki sedikit manfaat, dosa dan kerusakannya jauh lebih besar dibanding manfaat yang diberikannya. Inilah mengapa khamr dilarang tegas dalam syariat.
Khamr sendiri diartikan sebagai setiap minuman yang memiliki efek memabukkan, baik dibuat dari anggur maupun bahan lainnya, dan baik melalui proses memasak atau fermentasi. Alkohol dalam terminologi ilmiah dikenal sebagai senyawa organik dengan gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Dalam konteks minuman, alkohol utamanya mengacu pada etanol, yang dihasilkan dari fermentasi bahan-bahan nabati yang mengandung karbohidrat.
Dalam Islam, setiap konsumsi alkohol yang memabukkan diharamkan. Beberapa pandangan menyatakan khamr najis, ada pula yang menyebutnya najis maknawi, yaitu sesuatu yang tidak bersih secara moral meskipun mungkin tidak kotor secara fisik.
Alkohol dalam khamr yang berasal dari proses fermentasi khamr diharamkan jika digunakan dalam produk konsumsi, kosmetika, atau obat-obatan. Namun, alkohol yang tidak berasal dari khamr dan melalui proses sintesis kimia atau fermentasi non-khamr diperbolehkan jika tidak berbahaya secara medis. Penggunaan ini dinyatakan mubah, yaitu dibolehkan, selama tidak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Sebagian masyarakat sering menyamakan khamr dengan alkohol, meski keduanya berbeda dalam konteks hukum Islam. Rasulullah pernah menjelaskan bahwa apa saja yang dapat menyebabkan mabuk, apapun asal dan bentuknya, adalah khamr.
Beliau menegaskan, “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram” (H.R. Muslim). Hal ini berlaku universal tanpa memandang kadar yang dikonsumsi, sebagaimana sabda Rasulullah: “Apa saja yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun haram” (H.R. Abu Dawud). Artinya, walaupun sedikit, sesuatu yang memabukkan tetap dilarang, dan hukumannya setara bagi yang meminumnya dalam jumlah kecil maupun besar.
Melalui aturan ini, Islam menekankan pentingnya menjaga akal dan keselamatan diri. Dampak negatif alkohol tidak hanya mempengaruhi fisik, tetapi juga moral dan sosial, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai data kriminalitas yang melibatkan pelaku yang mabuk. Dengan larangan ini, Islam mengajak umat untuk mencegah kerusakan sosial dan melindungi akhlak, terutama di lingkungan masyarakat yang dikenal dengan nilai-nilai luhur.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Hukum Parfum Beralkohol”, https://web.suaramuhammadiyah.id/2015/12/03/hukum-parfum-beralkohol/, diakses pada Selasa, 29 Oktober 2024.