MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Konferensi Global tentang Hak-Hak Perempuan dalam Islam atau Gender Conference Women’s Right on Islam (GCWRI) akan diadakan dari tanggal 14 hingga 16 Mei 2024 di Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta jadi media saling belajar.
Hal itu disampaikan oleh Peter K. Munene, Chief Executive Officer (CEO) Faith to Action Network (F2A) pada Senin (13/5) dalam Press Conference GCWRI di Unisa Yogyakarta. Peter menuturkan, khususnya belajar dari pengalaman yang dialami oleh Muhammadiyah-’Aisyiyah dalam pemenuhan hak-hak perempuan.
“Kami dan yang lain hadir dari negara-negara lain di konferensi ini juga ingin dan saling belajar dari pengalaman Muhammadiyah-’Aisyiyah tentang pemenuhan hak-hak perempuan di Indonesia,” katanya.
Peter menjelaskan, F2A merupakan organisasi lintas agama, budaya, negara, dan lintas benua berdiri pada 2011. Berbagai organisasi asal Indonesia termasuk Muhammadiyah, NU, Budha dan lainnya ikut serta menjadi bagian yang membidani lahirnya organisasi lintas iman ini.
Agenda konferensi global ini rencananya akan dihadiri 200 peserta perwakilan dari negara-negara seperti Mesir, Amerika Serikat, Inggris, Bosnia-Herzegovina, Belanda, Palestina, Kenya, Lesotho, Burundi, Zimbabwe, Uganda, Zambia, Kongo, Tunisia, Ethiopia, Togo, Nigeria, Ghana, Senegal, Sudan Selatan, dan Lebanon.
Peter menambahkan organisasi yang dipimpinnya itu sekurangnya memiliki tiga fokus gerakan, yaitu perempuan dan kesehatan, perempuan dan keadilan gender, serta perdamaian dan kedamaian. Oleh karena itu, konferensi ini akan mendatangkan berbagai pakar dengan latar belakang dari berbagai negara.
“Pendekatan pertemuan berbagai isu itu dalam konferensi kami mengundang berbagai pakar, meskipun tempatnya di Indonesia tapi pakar akan datang dari berbagai negara, termasuk ada pakar berlatar belakang kultur dan agama. Kami juga memanfaatkan ini untuk belajar pengalaman dari Muhammadiyah,” katanya.
Sementara itu, Wakil Rektor I Unisa Yogyakarta, Taufiqurrahman menyampaikan Unisa Yogyakarta komitmen dan mendukung konferensi global hak-hak perempuan ini. Sekaligus sebagai ajang promosi Unisa Yogyakarta, sehingga diperhitungkan di ranah global.
“Kajian hak-hak islam perempuan kontemporer sangat relevan. Tentu karena konferensi ini sifatnya internasional, menjadi bagian dari komitmen Unisa untuk berkiprah di forum global, bagian dari program internasionalisasi juga,” tuturnya.
Taufiq juga berharap kegiatan ini akan memperkuat internasionalisasi Unisa, sekaligus menempatkan Unisa Yogyakarta sebagai pusat pendidikan perempuan yang berperspektif Islam Berkemajuan.