MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Menyitir Al Qur’an surat ‘Abasa ayat 24, tentang ketersediaan makanan di bumi, Sekretaris Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Ahmad Muttaqin menyebut kelaparan yang terjadi bukan karena Allah SWT tidak menyediakan makan.
Kelaparan yang melanda beberapa kawasan di belahan bumi ini kata Muttaqin disebabkan karena distribusi yang tidak merata, bukan karena Allah SWT tidak lagi menyediakan makanan untuk manusia di muka bumi. Sebab Allah SWT menjamin makan tidak hanya untuk manusia, tapi juga menjamin makan seluruh makhluk di bumi ini.
“Kesulitan untuk mengakses sumber-sumber makanan itu dan itu terjadi bukan karena Allah pelit. Itu terjadi bukan karena makanan di dunia tidak ada, problemnya adalah pada proses distribusi makanan itu tidak merata,” kata Muttaqin pada (25/3) dalam Ceramah Tarawih di Masjid Islamic Center UAD.
Selain ironi kesulitan pangan di sebuah kawasan, namun melimpah di kawasan yang lain, ironi lain yang lebih dalam dari itu adalah masih adanya manusia yang tidak mampu mensyukuri nikmat yang Allah SWT berikan kepadanya berupa kecukupan pangan baginya dan keluarganya.
Tentang pentingnya urusan pangan bisa berupa makanan, minuman, dan hidangan lain, Al Qur’an menyebutnya dalam beberapa istilah seperti to’am atau to’amah disebut sebanyak 48 kali, syaroba – yasrobu sebanyak 39 kali, maidah sebanyak 5 kali – bahkan digunakan sebagai nama surat, dan juga ghida’ sebanyak 12 kali.
“Ini menandakan betapa pentingnya manusia itu supaya mencermati makanan-makanan yang kita makan,” imbuhnya.
Ahmad Muttaqin menambahkan, persoalan lain yang melekat dengan urusan pangan ini adalah hilangnya sejumlah makanan karena terlalu cepat menjadi sampah (food waste). Hal itu terjadi mulai dari proses produksi, transportasi atau perpindahan, di pasar, dan pada proses konsumsi.
Di Indonesia, menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP) yang berjudul Food Waste Index tahun 2020 jumlah makanan yang terbuang sia-sia dan menjadi sampah mendekati 2 persen dari Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB).
Kenyataan tersebut seharusnya menjadi penguat kesadaran muslim, tentang larangan menyia-nyiakan makanan. Terlebih pada Bulan Ramadan, ketika berbuka puasa semuanya dibeli, lalu tidak dimakan dan makanan itu menjadi sampah.