MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Kyai Saad Ibrahim, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah menguraikan konsep “structure of existence” dalam Pengajian Ramadan 1445H Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Kamis (14/03). Konsep ini merupakan gagasan filosofis dan metafisik yang menyoal hakikat fundamental realitas dan wujud. Hal ini melibatkan penelusuran tentang apa yang ada, bagaimana hal-hal muncul, serta prinsip-prinsip dasar yang mengatur keberadaan itu sendiri.
Menurut Saad, konsep “structure of existence” pada masa Yunani Kuno menempatkan alam sebagai wujud paling atas. Hal ini dapat dilihat dari argumen Thales yang menyatakan bahwa asal usul manusia adalah air. Meskipun pandangan ini banyak disangsikan, namun menunjukkan bahwa alam dianggap sebagai sesuatu yang tinggi, dengan dewa-dewa berada di bawahnya, dan manusia serta karya manusia berada di tingkat paling rendah.
Namun, Saad juga menyebut bahwa Islam mengkritik konsep “structure of existence” Yunani Kuno ini. Dalam tradisi intelektual Islam, Allah ditempatkan di puncak hierarki. Hal ini tercermin dalam kisah Nabi Muhammad SAW yang menerima wahyu pertama yang menegaskan, “Bacalah atas nama Tuhanmu yang telah menciptakan.” Dalam pandangan ini, di bawah Tuhan, manusia dan alam semesta berada.
Lebih lanjut, Saad menjelaskan bahwa dalam pandangan Islam, manusia berperan sebagai penghubung antara lingkungan dan Tuhan-Nya. Karenanya dalam Al Quran disebutkan bahwa manusia merupakan wakil Tuhan di bumi atau Khalifah. Konsep ini menjadi pondasi dari era keemasan Islam.
Pada Abad Pertengahan, ketika Perang Salib merebak, Kristen Eropa sedikit banyak mengadopsi pengetahuan dan kearifan Islam. Meskipun demikian, structure of existence yang dipegang tetap sama: Tuhan di puncak, diikuti oleh manusia, dan alam semesta.
Ketika budaya Barat menerima warisan intelektual dari dunia Islam, mereka cenderung hanya memilih aspek rasionalisme dan mengabaikan aspek teologisnya. Akibatnya, agama Kristen mulai terpinggirkan, dan masyarakat Barat mulai beralih ke arah sekularisme. Dalam structure of existence mereka, manusia ditempatkan di puncak, sementara alam semesta dianggap berada di bawahnya. Konsep tentang Tuhan kemudian hanya diposisikan dalam ranah-ranah privat.
Namun, dalam konteks Revolusi Industri 4.0 yang sedang berlangsung saat ini, structure of existence mengalami perubahan lagi. Tidak lagi manusia yang berada di puncak hierarki, melainkan karya manusia yang paling tinggi, yaitu teknologi. Dalam era ini, teknologi menjadi pilar utama dari structure of existence yang mendominasi, menggeser peran manusia dalam urutan hierarki keberadaan.
Saad Ibrahim juga mengimbau agar Muhammadiyah tetap mempertahankan posisi Allah SWT sebagai puncak dari structure of existence. Dalam pandangan Muhammadiyah, Allah SWT harus tetap menjadi fokus utama dan penuntun bagi semua aspek kehidupan.
Dengan mempertahankan prinsip ini, Muhammadiyah memastikan bahwa nilai-nilai spiritual dan keagamaan tetap menjadi pusat dari eksistensi manusia, bahkan di tengah-tengah kemajuan teknologi dan perubahan zaman. Dengan demikian, pesan Saad Ibrahim menekankan pentingnya mempertahankan keyakinan dan nilai-nilai agama dalam menghadapi dinamika structure of existence yang terus berubah.