MUHAMMADIYAH .OR.ID, BANDUNG – Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Agama (Kemenag) pada tahun 2021 bangsa Indonesia memiliki tingkat kesholehan yang tinggi yakni sebesar 82,5%. Dengan lima indikator yang merupakan variabel atas iman yakni berkaitan dengan kepedulian sosial baik dalam caring maupun giving, kemudian relasi antar manusia, etika dan budi pekerti, pelestarian lingkungan, dan kepatuhan kepada negara.
Sementara jika mengacu pada world giving index tahun 2023 yang diterbitkan oleh charities aid foundation Indonesia adalah negara yang paling dermawan di dunia. Sebesar 68% orang Indonesia memiliki kedermawanan yang tinggi, tiga indikator yang digunakan pertama adalah donasi yang presentasenya sebesar 82%, menolong orang yang tidak dikenal atau orang asing presentasenya 61% dan meluangkan waktu kegiatan kesukarelaan atau volunteer sebesar 61%.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengungkapkan, berdasar dua data tersebut dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia memiliki keshalehan dan kepedulian yang tinggi.
“Akan tetapi kita perlu melangkah lebih jauh lagi, melangkah menerjemahkan kesholehan itu tidak sebagai keshalehan yang bersifat individu, namun harus bersifat kesholehan kolektif yang digerakkan secara bersama-sama,” ungkap Mu’ti dalam Kajian Tarawih Masjid Salman ITB pada Selasa (26/3).
Mu’ti mengatakan bahwa Islam adalah agama yang menekankan pentingnya mendatangkan maslahat sesama, sehingga diperlukan inovasi dan temuan-temuan yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.
“Kita memerlukan inovasi baru dari berbagai bidang, salah satunya yakni pada bidang teknologi, yang itu memungkinkan kita melakukan konservasi atas kekayaan alam yang kita miliki, tapi kita juga memerlukan inovasi teknologi yang memungkinkan kita untuk memanfaatkan alam semesta untuk kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat, untuk tujuan kebaikan umum,” imbuh Mu’ti.
Karena itu, lanjut Mu’ti, iman dan ibadah kita harus menghadirkan kemaslahatan yang seluas-luasnya dan kemaslahtan itu dalam hukum islam menjadi sesuatu yang penting.
Dengan prinsip kemaslahatan itu kita berusaha tidak hanya mengamalkan ajaran agama sebagai ritual belaka, namun harus mendatangkan berbagai dimensia perubahan, dimensi yang menjadi lokomotif pembaharuan dan menjadi inovator dari berbagai bidang ilmu untuk kesejahteraan dan perbaikan umat manusia.