MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, secara resmi membuka acara Baitul Arqam Pelatihan Instruktur Nasional di Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Yogyakarta pada Jumat (9/2). Dalam amanatnya, Haedar memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menyelenggarakan acara ini.
“Baitul Arqam untuk majelis dan lembaga Muhammadiyah tingkat pusat ini langkah yang tepat. Asumsinya para elit Muhammadiyah sudah khatam. Tapi sejatinya kita, termasuk kami di Pimpinan Pusat Muhammadiyah, selalu menuntut diri kita memperkaya khazanah keislamaan dan kemuhammadiyahan,” ucap Haedar, menggarisbawahi pentingnya kelanjutan pembelajaran dan peningkatan pemahaman di kalangan elit Muhammadiyah.
Dalam konteks kepemimpinan dan peran sebagai aktor keislaman, Haedar menekankan bahwa bukan hanya komitmen yang diperlukan, melainkan juga jiwa dan perspektif yang luas dalam membawa Muhammadiyah ke arah yang lebih baik. Refleksi, revaluasi, dan kesatuan dalam pemikiran dan tindakan dianggapnya sebagai kunci penting, dan itulah sebabnya acara Baitul Arqam memiliki peran vital dalam merajut kesatuan dalam organisasi.
Haedar juga menyoroti prestasi Muhammadiyah yang baru-baru ini meraih penghargaan Zayed Award 2024 atas peran kemanusiaannya. Menurutnya, penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan internasional yang bergengsi, menunjukkan bahwa Muhammadiyah telah aktif dalam praksis kemanusiaan yang intens, genuin, dan nyata.
“Penghargaan ini pengakuan internasional yang punya marwah sendiri. Pengakuan ini wujud dari apresiasi terhadap Muhammadiyah di kancah internasional,” ungkap Haedar dengan bangga.
Haedar menjelaskan bahwa Muhammadiyah perlu terus menggali celah strategis, khususnya dalam gerakan internasionalisasi. Ia menyoroti pentingnya pembangunan institusional sebagai langkah awal, seperti berdirinya Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM) dan Muhammadiyah Australia College. Menurutnya, langkah ini adalah awal dari peran internasionalisasi Muhammadiyah melalui institusi yang kuat.
“Forum-forum internasional harus terus dilakukan, tetapi ketika memasuki dunia global, yang paling abadi yakni membangun sistem, bergerak secara institusi, bukan personal. Ruang gerak strategis harus terus dibuka. Ada langkah strategis yaitu melalui jalan institusional. Muhammadiyah kuat karena institusi,” tegas Haedar, menekankan bahwa kekuatan Muhammadiyah terletak pada pembangunan institusi yang solid.
Selain itu, di hadapan elit lembaga dan majelis Muhammadiyah, Haedar menekankan pentingnya membuka pemikiran Muhammadiyah dari aspek teologis dan menambah kekayaan perspektif dengan membaca pikiran-pikiran resmi organisasi. Haedar mengajak para peserta Baitul Arqam untuk tidak hanya melihat Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi, tetapi juga sebagai sebuah pemikiran yang hidup dan dinamis.
Sebagai bagian dari upaya memperkaya khazanah keilmuan Muhammadiyah, Baitul Arqam menjadi wadah yang strategis untuk mendalami dan mendiskusikan aspek teologis serta pemikiran organisasi. Dengan demikian, diharapkan para peserta tidak hanya berkembang secara individu, tetapi juga dapat membawa kontribusi positif yang lebih besar bagi Muhammadiyah sebagai organisasi dan pemikiran keislaman.