MUHAMMADIYAH.OR.ID, BUTON – Menurut pandangan lama, pembangunan dimaknai sebagai usaha terutama di bidang ekonomi untuk mendorong, mempertahankan, dan menumbuhkan Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto per kapita.
Sedangkan di zaman sekarang pembangunan diartikan sebagai proses multidimensional, mencakup perubahan mendasar struktur pembagian distribusi pendapatan yang relatif merata tak terbatas pada bidang dan golongan tertentu.
Demikian yang disampaikan oleh Dewan Pakar Majelis Pendidikan Tinggi Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Dikilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhamamdiyah Lincoln Arsyad dalam agenda Wisuda XVIII hari ke-2 Universitas Muhammadiyah Buton Tahun Akademik 2023/2024.
Dalam orasi ilmiah yang disampaikan, Prof. Lin mengungkapkan berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2014, di kawasan ASEAN Indonesia memiliki IPM sebesar 0,646%.
Nilai tersebut tidak bisa dikatakan tinggi atau rendah. Di Asia, Indonesia menempati peringkat ke-6 diatasnya terdapat beberapa negara seperti Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
“Indeks Pembangunan Manusia kita memang meningkat terus tapi peningkatannya lambat. Nah, inilah yang agak kecilkan hati kita, peningkatan lambat kalah cepat dengan yang lain, kita naik tapi orang lain naik lebih cepat,” Ujarnya pada Minggu (10/12).
Disamping itu, Prof. Lin menyebut paradigma pembangunan nasional tidak bisa berjarak dengan IPM. Pasalnya, sumber daya manusia menjadi penggerak utama untuk kemajuan ekonomi suatu negara.
Dia menambahkan, setidaknya terdapat dua indikator yang memengaruhi kualitas sumber daya manusia. Pertama adalah pendidikan. Pendidikan berperan penting dalam menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas bagi terwujudnya pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan.
Kedua, Kesehatan. Kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas dan pendidikan yang berhasil juga tergantung pada Kesehatan. Kedua indikator tersebut saling berkait dalam paradigma pembangunan modern.
“Oleh karena itu kalau kita ingin mengurangi jumlah penduduk miskin di Indonesia, maka pertama kita jaga kesehatan anak-anak kita, cucu-cucu kita, dan juga jaga pendidikan mereka. Jangan tamat SD tamat SMP udah disuruh nikah karena masih banyak desa-desa daerah di Indonesia yang tamat SMP daripada nggak ada kerja kawin kalau bisa sekolah lagi SMP sampai SMP saja,” pungkasnya.