MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Sebagai pelopor pelayanan kesehatan masyarakat yang inklusif, rumah-rumah sakit Muhammadiyah diminta untuk berbenah dan tidak terlena dengan statusnya sebagai pelopor.
Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir status kepeloporan tersebut sebagai bentangan sejarah baik, namun di sisi lain juga harus memperhatikan dan mengikuti perkembangan era agar tidak tertinggal.
Di tengah menjamurnya rumah sakit swasta, hemat Haedar, seharusnya menjadi pemicu rumah-rumah sakit Muhammadiyah untuk introspeksi dan berbenah, di segala aspek tanpa terkecuali, termasuk pelayanan atau hospitality.
Di hadapan BPH dan Direksi RS Muhammadiyah-’Aisyiyah (RSMA) se-Indonesia yang mengikuti pembukaan Darul Arqam pada Rabu (6/12), Haedar menegaskan supaya rumah-rumah sakit Muhammadiyah jangan terus berada di zona nyaman.
Haedar juga menekan tentang spirit kerja yang dimiliki oleh civitas hospitalia di rumah-rumah sakit Muhammadiyah. Menurutnya, spirit kerja yang harus dimiliki oleh civitas hospitalia bukan hanya pelayanan kesehatan tapi juga berdakwah.
Bahkan untuk hari libur, Haedar berpesan supaya disusun skema yang rapi, sehingga meski hari libur rumah-rumah sakit Muhammadiyah masih bisa memberikan pelayanan. Sebab orang sakit dan dakwah tidak ada hari liburnya.
“Berarti tidak beradaptasi dengan keadaan, akhirnya di hari libur orang beralih ke rumah sakit lain. Padahal di tempat kita ada fungsi, fungsi pelayanan kesehatan dan fungsi dakwahnya,” tutur Haedar.
Bergerak menjadi rumah sakit yang unggul dan berkemajuan, masalah-masalah internal-klasikal seperti itu menurut Haedar harus segera diselesaikan. Oleh karena itu, dalam sebuah institusi dibutuhkan pemimpin yang berkemampuan transformatif.
Dalam sebuah manajemen, imbuhnya, sosok pemimpin tidak cukup hebat dalam ilmu, baik ilmu agama maupun yang lain. Akan tetapi kemampuan yang penting untuk dimiliki adalah kemampuan transformatif.
Tentang sosok pemimpin transformatif dari Kacamata Haedar memiliki tiga ciri, yaitu kemampuan memobilisasi potensi, mampu menggandakan perubahan, dan mampu memproyeksikan masa depan.
Sebagai institusi pelayanan, rumah sakit Muhammadiyah menurut Haedar sudah seharusnya menerapkan corporate culture yang mengikat setiap civitas hospitalia. Sehingga mereka memiliki nilai kolektif – tidak bekerja semau sendiri.
Dalam memproyeksikan masa depan. Rumah-rumah sakit Muhammadiyah harus mampu membaca gelagat dan arah dari revolusi 5.0. Ilmu pengetahuan maju sedemikian rupa, proyek humanisasi dari yang sebelumnya dianggap deuhamnisme harus direspon dengan bijak.
Guru Besar Sosiologi ini juga berpesan supaya rumah-rumah sakit Muhammadiyah memiliki kepedulian dengan realitas kehidupan masyarakat. Kepedulian tersebut dapat diaktualisasikan dalam bentuk membangun kesehatan komunitas.