MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Lewat siaran pers, Selasa (7/11) Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan apresiasi tinggi kepada kinerja cermat, teliti, dan cepat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
“Mahkamah konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman secara merdeka serta mempunyai fungsi sebagai pengawal konstitusi atau the guardian of the constitution untuk menjaga tegaknya konstitusi berdasarkan prinsip supremasi konstitusi,” demikian jelas Ketua MHH PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo bersama Sekretaris Muhammad Alfian DJ.
Untuk diketahui pada Selasa (7/11), MKMK menggelar sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Dipimpin Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, sidang beragendakan pembacaan putusan terhadap 21 laporan dugaan pelanggaran etik dalam pengambilan putusan uji materi terhadap UU Pemilu yang memutuskan mengubah syarat usia capres-cawapres.
Secara keseluruhan, MKMK memeriksa 11 isu pelanggaran etik hakim MK. Dari 21 laporan, MKMK menjadikan empat putusan yang dibaca, yaitu Perkara nomor 5 MKMK/L/10/2023 (terlapor seluruh hakim MK (9 orang)), perkara Nomor 2 MKMK/L/11/2023 (hakim terlapor Anwar Usman), Perkara nomor 3 MKMK/L/11/2023 (hakim terlapor Saldi Isra), perkara nomor 4 MKMK/L/11/2023 (hakim terlapor Arif Hidayat).
Dari putusan tersebut, 9 orang anggota hakim konstitusi dijatuhi sanksi teguran lisan karena terbukti tidak dapat menjaga keterangan rahasia dari Rapat Permusyawaratan Hakim sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.
Lalu, MKMK juga menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim konstitusi Arif Hidayat yang terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim karena membuka informasi tentang pemeriksaan yang seharusnya hanya diketahui oleh hakim yang mengikuti Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Sedangkan Ketua MK, Anwar Usman dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK karena terbukti melanggar kode etik berat terkait konflik kepentingan dalam perkara yang diperiksa dan diputuskan. Meski demikian, MKMK menyatakan tak berwenang mengubah putusan MK tentang batas usia minimal capres dan cawapres. Hal ini disebabkan MKMK hanya berwenang mengadili pelanggaran etik.
MHH PP Muhammadiyah: Kembalikan Marwah MK
Selanjutnya dalam pernyataan sikap tersebut, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan keprihatinan terhadap sanksi pelanggaran etik oleh sembilan hakim konstitusi.
“Menunjukkan bahwa mereka bukanlah sosok negarawan yang menjadi syarat bagi seorang hakim konstitusi, untuk itu kesembilan hakim konstitusi wajib untuk menunjukkan sikap negarawan paska keputusan MKMK,” jelas MHH.
MHH lalu menuntut seluruh hakim konstitusi untuk mengembalikan kewibawaan, keluhuran, dan marwah Mahkamah Konstitusi melalui sikap-sikap kenegarawanan yang dimanifestasikan ke dalam putusan dan sikap-sikap lainnya yang tertuang dalam Sapta Karsa Hutama.
Khusus pada kasus Anwar Usman, MHH PP Muhammadiyah menyayangkan putusan MKMK yang “hanya” menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian dari Ketua MK. MHH PP Muhammadiyah menilai bahwa pelanggaran etik berat seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat Kepada Anwar Usman dari jabatan hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
“MHH PP Muhammadiyah menuntut kepada Anwar Usman untuk mengundurkan diri dari jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi demi menjaga marwah, martabat dan kewibawaan Mahkamah Konstitusi serta mengembalikan kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,” tutup MHH. (afn)