MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Terabaikannya aspek kedaulatan laut Indonesia bermuara pada masalah kesejahteraan hidup para nelayan, termasuk masa depan ekonomi dan sumber daya laut nasional.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) RI 2014-2019, Susi Pudjiastuti, akar masalah ini telah dia perhatikan pada masa kepemimpinannya dengan melahirkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Perikanan Tangkap.
Namun sayangnya Perpres itu kini telah dicabut. Padahal kata dia, Perpres itu efektif mewujudkan kedaulatan laut sekaligus menjaga kelestarian sumber daya laut nasional bagi generasi yang akan datang.
“Saat di KKP saya menggariskan policy yang sudah lebih dari cukup untuk memastikan bahwa perikanan di Indonesia sesuai dengan misi Presiden Jokowi, yakni laut sebagai masa depan bangsa dan Indonesia sebagai episentrum atau maritime fulcrum dunia. Itu dua hal yang sangat luar biasa dan benar untuk negara kepulauan seperti Indonesia dengan panjang pantai terpanjang no.2 di dunia,” terangnya.
Dalam Forum Nelayan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro, Yogyakarta, Sabtu (14/10), Susi menyebut kebijakan itu sangat menguntungkan para nelayan karena mengafirmasi potensi laut Indonesia, termasuk pengelolaan 97.000 km pantai yang ada.
“Perpres ini mendaulatkan secara resmi bahwa penangkapan ikan hanya untuk perusahaan Indonesia, uang Indonesia, orang Indonesia, kapal buatan Indonesia. Tidak ada modal, perusahaan, kapal asing sehingga menghidupkan semua galangan kapal,” kenang Susi.
“Dan kita tertibkan illegal fishing dengan cara yang sangat santun, cara yang sangat tertib. Tidak ada main-main (suap), tidak ada yang saya tangkap, tapi Indonesia bersih dari pencurian ikan. Kapal yang nangkap, tenggelamkan. Selesai sudah. Karena kalau saya mau tangkepin orang, nanti saya mempermalukan negara karena banyak jenderal yang kena, pengusaha yang kena, aparat yang kena. Untuk apa? Yang penting rapi,” imbuhnya.
Setelah Perpres tersebut dicabut, Susi berharap Muhammadiyah menggerakkan akademisi dan lembaga pendidikan tinggi yang dimiliki untuk memperjuangkan Perpres itu kembali dengan penuh asas integritas.
“Anda akademisi punya tanggung jawab menjaga Perpres 44 karena itu menjadikan sumber daya laut sebagai sumber daya yang berdaulat penuh untuk Indonesia,” pesannya. Dia juga mengingatkan bahwa tugas akademisi cukup berat untuk memperjuangkan kebijakan ini melihat pengkaplingan wilayah laut oleh swasta.
“Nanti kita yang punya negara, rakyat Indonesia yang secara konstitusi punya negara ini dan lautannya harus membayar tiket untuk menangkap ikan di lautannya sendiri. Shame of us,” imbuhnya.
“Kembalikan visi misi Jokowi, laut masa depan bangsa. Kita harus menjadi pusat rotasi dari industri perikanan dan pelayaran karena geographicly kita memang ada di tengah-tengah, dan ingat, konsisten,” tegas Susi. (afn)