MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Hasil penelitian yang dilakukan oleh Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, membawa kabar yang memerlukan perhatian serius. Studi ini mengungkapkan bahwa seluruh kabupaten hingga kecamatan di Pulau Jawa memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap ancaman kekeringan.
Kondisi ini mengundang kekhawatiran dalam konteks perubahan iklim yang semakin nyata, yang telah membawa dampak yang signifikan pada siklus musim hujan dan kemarau di wilayah ini. Kekeringan yang panjang dan merusak telah menjadi ancaman yang nyata bagi penduduk Pulau Jawa.
Dalam menghadapi tantangan kekeringan ini, ajaran Islam memberikan pedoman yang khusus dan bermakna. Umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan ritual yang dikenal sebagai “istisqa’“. Secara harfiah, istisqa’ berarti meminta hujan. Dalam konteks agama Islam, istisqa’ adalah bentuk ibadah yang menggambarkan doa-doa dan salat yang ditujukan kepada Allah, memohon agar hujan turun selama musim kemarau yang panjang.
Ada banyak alasan yang mendukung praktik salat istisqa’ dalam Islam. Sebagian besar ulama sepakat atas pentingnya ritual ini berdasarkan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam riwayat Abu Hurairah, disebutkan bahwa Nabi SAW keluar untuk melakukan istisqa’ dan kemudian memimpin jamaah dalam salat istisqa’, dua rakaat tanpa azan dan iqamat. Setelah itu, Nabi SAW memberikan khutbah dan berdoa kepada Allah, menghadap ke arah Kiblat sambil mengangkat kedua tangannya.
Dalam hadis disebutkan: “Dari Abu Hurairah ra (dilaporkan), bahwa dia berkata: Nabi saw pada suatu hari keluar untuk melakukan istisqa’, lalu ia salat mengimami kami dua rakaat tanpa azan dan tanpa iqamat. Kemudian ia berkhutbah dan berdoa kepada Allah, seraya menghadapkan mukanya ke arah Kiblat, sambil mengangkat kedua tangannya, kemudian memutar jubabnya, sehingga ujung kanannya berada di sebelah kiri dan ujung kirinya berada di sebelah kanan.” [HR. Ibnu Majah dan Ahmad].
Dalam hadis lain disebutkan: “Dari Abbad Ibn Tamim, dari pamannya (yaitu Abdullah Ibn Zaid) yang mengatakan: “Saya melihat Nabi saw pada hari ia keluar minta hujan, beliau membelakangi orang banyak dan menghadap ke Kiblat sambil berdoa, kemudian membalik pakaian atasnya, kemudian salat mengimami kami dua rakaat, dengan menyaringkan bacaan dalam keduanya.” [HR. al-Bukhari, dan diriwayatkan juga oleh Abu Daud, an-Nasa’i dan Ahmad].
Dua hadis di atas adalah bukti kuat tentang pentingnya ritual istisqa’ dalam agama Islam, dan tindakan Nabi SAW yang melibatkan jamaah menunjukkan keseriusan dalam menanggapi kekeringan dan memohon bantuan Allah dalam mengatasi masalah cuaca yang sulit.
Dalam situasi di mana perubahan iklim semakin mempengaruhi pola cuaca, praktik istisqa’ adalah salah satu cara di mana umat Islam merespons tantangan kekeringan dengan penuh keyakinan dan doa kepada Allah yang Maha Kuasa. Ritual ini tidak hanya mencerminkan kepercayaan, tetapi juga kepedulian terhadap alam dan lingkungan di mana kita tinggal, serta keharmonisan antara keyakinan agama dan kesejahteraan masyarakat.
Referensi: Majalah Suara Muhammadiyah No. 5 Tahun Ke-84/1999