MUHAMMADIYAH.OR.ID, KUDUS – Pada umumnya, organisasi kemasyarakatan menggunakan istilah ‘pengurus’ bagi hierarki organisasi maupun anggota strukturalnya. Namun berbeda dengan keumuman itu, Persyarikatan Muhammadiyah justru menggunakan istilah ‘pimpinan’.
Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, pemilihan istilah ‘pimpinan’ dibanding ‘pengurus’ mengandung fungsi moral. Dengan demikian, setiap struktur formal organisasi di Muhammadiyah wajib menampilkan keteladanan sebagai seorang pemimpin (etos leadership).
“Pimpinan itu mencerminkan kepribadian dengan tugas fungsi yang melekat dalam jabatan,” jelasnya dalam pidato Pengukuhan Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Kecamatan Gebog Kudus Periode Muktamar 48 di Masjid Taqwa Besito, Sabtu (5/8).
Menurut Mu’ti, istilah pengurus terkesan lebih merujuk kepada penyelenggara atau event organizer, sehingga tanggungjawabnya dianggap selesai jika sudah menyelesaikan pekerjaannya. Namun pimpinan memiliki tugas yang lebih luas dan kompleks daripada sekadar pelaksana organisasi.
Karena alasan itulah, Mu’ti menegaskan bahwa menjadi pimpinan di Persyarikatan artinya mengembang fungsi moral yang menyeluruh tidak hanya ketika sedang mengurusi urusan organisasi, namun juga saat tampil sebagai pribadi individu di masyarakat.
“Di Muhammadiyah khususnya jajaran pimpinan jangan ada yang seperti pepatah Jawa wit gedang uwoh pakel atau omong gampang, nglakoni angel. Tidak boleh juga seperti sarung plekat didondomi, iso nasihat ora iso nglakoni,” tutur Mu’ti.