MUHAMMADIYAH.OR.ID, KUDUS – Pada 1923 ditandai dengan milestone Muhammadiyah sebagai organisasi Islam-sosial kemasyarakatan yang memprakarsai lahirnya pelayanan kesehatan dengan branding besar Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) pertama milik bumiputera.
Tonggak sejarah yang telah ditancapkan tersebut, kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah merupakan langkah dari organisasi Gerakan Islam yang melintas. Muhammadiyah dengan tokohnya seperti KH. Ahmad Dahlan dan Kiai Sudja’ sebagai inisiator dari gagasan besar tersebut.
Gagasan tersebut hematnya, bukan hanya diwariskan kepada Muhammadiyah semata, tetapi juga ke organisasi perempuannya yaitu ‘Aisyiyah. Sebagai organisasi yang diisi oleh perempuan berkemajuan, imbuhnya, isi dari ‘Aisyiyah bukan hanya rapat ke rapat, serta khutbah atau pengajian ke pengajian.
Melainkan keimanan yang dimiliki oleh ‘Aisyiyah juga termanifestasikan dalam bentuk amal konkrit menjadi rumah-rumah sakit. Bahkan ‘Aisyiyah saat ini telah memiliki sebanyak 18 rumah sakit. Demikian disampaikan Salmah Orbayinah pada, Senin (5/6) dalam acara Grand Opening RS Sarkies ‘Aisyiyah Kudus.
Terkait dengan peran Muhammadiyah-‘Aisyiyah dalam membangun berbagai amal usaha, selain rumah sakit merupakan bagian dari rangka kontribusi nyata Persyarikatan Muhammadiyah untuk umat, bangsa dan kemanusiaan universal. Tidak cukup sebatas ada, tetapi amal usaha tersebut harus menjadi yang terbaik.
“Kita memberikan kontribusi nyata untuk bangsa, pastinya dan juga negara melalui salah satunya rumah sakit. Ini memberikan kontribusi dalam hal memudahkan fasilitas Kesehatan dan juga layanan Kesehatan di Indonesia.” Ungkapnya.
Kembali melihat sejarah pendirian PKO, Salmah Orbayinah menegaskan bahwa titik sejarah PKO bukan hanya sekedar pendirian rumah sakit, melainkan juga Gerakan atau konsep untuk membantu orang lemah. Karena semangat PKO juga menjadi dasar berdirinya rumah yatim, rumah miskin dan seterusnya.
“Jadi tidak hanya sekedar untuk rumah sakit, tapi banyak hal yang setelah dibangun dan diinisiasi oleh Kiai Sudja’ yang ternyata ini merupakan sebuah ide yang melewati batas, melewati masa. Saat itu tidak akan terpikir oleh yang lain,” tuturnya.
Kenyataan sejarah tersebut membuktikan, bahwa meskipun Muhammadiyah organisasi Islam yang didirikan oleh masyarakat perkotaan atau kelas menengah ke atas, tetapi memiliki kepedulian yang tumpah ruah kepada kelompok miskin, dhuafa’ dan mustadh’afin. Pelayanan yang didirikan seluruhnya pro terhadap dhuafa’ dan mustadh’afin.