MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGAKARTA—Cendekiawan Muslim, sekaligus sesepuh di Muhammadiyah, Prof. Munir Mulkhan mengamati, bahwa penambahan jumlah anggota Muhammadiyah yang memiliki Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (KTAM) setiap tahun tidak lebih dari 40 ribu orang.
Jumlah tersebut amat kecil jika dibandingkan dengan pengguna Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), baik bidang pendidikan dan kesehatan yang setiap tahunnya mencapai angka jutaan. Namun demikian, Prof. Munir menyebut ini bukan suatu kegagalan, jika merujuk asas PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) tahun 1929 dan kesaksian dr. Soetomo tahun 1924.
Dalam asas dan kesaksian tersebut, imbuhnya, tujuan adanya AUM adalah untuk menolong kesengsaraan wong cilik, bukan untuk mengislamkan atau memuhammadiyahkan orang, tapi semata-mata untuk membuat mereka lebih manusiawi. Dia menambahkan, tujuan ini dapat ditemukan dalam dokumen yang telah dipublikasikannya sepuluh tahun lalu.
“Jadi ketercapaian dari Menciptakan Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya itu ialah kebahagiaan, kedamaian, kesejahteraan merata di seantero negeri,” ungkap Prof. Munir pada, Kamis (10/11) di acara Seminar Pra Muktamar yang diadakan Madrasah Mu’allimin-Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta.
Terkait dengan yang dia sampaikan tersebut, dapat ditemukan diksinya di Kepribadian Muhammadiyah dan Muqaddimah Anggaran Dasar (AD). Selain itu, ukuran capaian tersebut merupakan kelanjutan dari semangat teologi Al Ma’un, bahwa bukti dari keimanan dan ketauhidan bukan hanya diwujudkan dalam ritual-ritual ibadah khusus saja.
“Tetapi harus membela mereka yang miskin sehingga di Indonesia itu tidak ada lagi orang miskin, yang sampai sekarang masih 30 an juta jiwa.” Imbuhnya.
Selain itu, sebagai organisasi Islam yang memiliki konsep Negara Pancasila Darul Ahdi Wa Syahadah, Prof. Munir menjelaskan bahwa dalam kaitan teologi Al Ma’un, Muhammadiyah berpandangan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan bukti empiris dari Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Bahwa tanggung jawa Muhammadiyah itu kemanuisaan dan kebangsaan, perkara mereka jadi beriman, jadi bermuhammadiyah itu urusan innal huda hudallah (sesungguhnya petunjuk itu ialah petunjuk Allah),” tuturnya.
Mengetahui petunjuk atau huda untuk beriman dan bermuhammadiyah itu datangnya dari Allah, maka sebagai manusia harus konsisten memerankan peran sebaik-baiknya untuk menampilkan akhlak, bukan mendikte atau bahkan memaksakan manusia untuk beriman maupun bermuhammadiyah. Karena sesungguhnya keimanan itu tidak bisa dipaksakan.