MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Segala permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini merupakan tugas atau kewajiban yang dimiliki oleh lembaga negara untuk menyelesaikan. Tapi sebagai negara berkembang, untuk menyelesaikan masalah di Indonesia membutuhkan campur tangan society.
Hal itu disampaikan oleh Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Lebanon, Hajriyanto Y. Thohari, Rabu (2/11) di acara Seminar Nasional yang diadakan oleh Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah secara daring.
Hajri menjelaskan, bagi negara berkembang yang terjadi adalah ketidakseimbangan antara state dengan society. Hematnya, jika negara terlalu kuat akan menimbulkan otoritarianisme, namun apabila masyarakat atau society yang terlalu kuat akan menimbulkan anarkisme atau kekacauan. Oleh karena itu, kedua pihak harus seimbang.
Di acara yang mengangkat tema “Peran Strategis Kader ‘Aisyiyah dalam Merespon Permasalahan Bangsa” ini, Hajriyanto menjelaskan tentang partisipasi kader perempuan Muhammadiyah dalam penyelenggaraan negara. Menurutnya, sebelum lebih jauh masuk dalam urusan kebangsaan, yang sangat diperlukan adalah partisipasi aktif ‘Aisyiyah dalam penyelenggaraan negara.
“‘Aisyiyah perlu mencetak banyak kader yang dalam jargon Muhammadiyah disebut dengan kader persyarikatan, kader umat dan kader bangsa.” Ungkapnya.
Jenis-jenis kader tersebut merupakan trilogi pengkaderan yang bersifat integral. Ketiganya tidak bisa dipisahkan. Menurutnya, tidak semua kader harus menjadi pengurus di persyarikatan, tapi tidak kemudian mereka yang mengabdikan diri untuk umat dan bangsa lalu bisa disebut bukan kader persyarikatan.
“Sekarang dalam lima – sepuluh tahun terakhir kita menambah lagi, bukan hanya trilogi, tetapi taturlogi. Taturlogi pengkaderan karena kita juga memiliki apa yang disebut dengan kader di bidang kemanusiaan universal. Jadi kader persyarikatan, kader umat, kader bangsa dan kader kemanusiaan universal,” imbuhnya.
Dalam kacamata Hajri, berbekal pendidikan yang mumpuni, kader ‘Aisyiyah dapat bergerak memberikan kemampuan terbaiknya di bidang eksekutif, birokrasi dan teknokrat, legislatif serta yudikatif. Ketua PP Muhammadiyah ini mendorong saat ini supaya semakin banyak kader-kader ‘Aisyiyah yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mengisi bidang-bidang penyelenggaraan negara itu.
“Tidak perlu ada pengurus organisasi yang mengatakan. Wah, sudah lupa dengan ‘Aisyiyah karena sudah tidak lagi menjadi pengurus. Tapi jug tidak boleh kader yang ada di eksekutif, yudikatif dan legislatif lalu kemudian dirinya merasa bukan kader ‘Aisyiyah, kalau ada acara-acara persyarikatan tidak mau datang”. Kata Hajriyanto.
Hajriyanto menegaskan bahwa ini merupakan paradigma pengkaderan yang perlu dijaga. Dengan ini, dia berharap persyarikatan tidak menjadi ekslusif, tetapi juga para kader atau anggota jangan bersikap mengekslusifkan dirinya dari organisasi. “Maka dari itu tidak boleh terjadi yang namanya mutual inclution, saling mengeluarkan.” Imbuhnya.