MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa Buya Syafii Maarif memiliki legacy tentang keindonesiaan. Salah satu warisan pemikiran Buya Syafii ialah komitmennya tentang Indonesia miliki bersama, bukan segelintir kroni atau golongan.
“Saya berharap ada rekonstruksi dari kritik-kritik Buya terhadap kebangsaan atau keagamaan untuk membaca Indonesia dan lebih jauh lagi membangun kembali hal-hal yang Buya perjuangan tentang Indonesia milik bersama,” ucap Haedar dalam Muktamar Pemikiran Ahmad Syafii Maarif di Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Sabtu (12/11).
Menurut Haedar, Buya beberapa kali meminjam pandangan Ernest Renan tentang bangsa. Filsuf asal Prancis ini mengatakan bahwa di tubuh suatu bangsa terdapat ikatan batin yang dipersatuan karena memiliki persamaan sejarah dan cita-cita yang sama walaupun di dalamnya terdapat beragam suku, ras, budaya, bahasa, dan adat istiadat.
“Pemikiran Prancis ini juga sering dikutip Soekarno, bahwa sebuah bangsa hadir dan terbentuk karena keinginan untuk bersatu dan bersama. Keinginan itu lahir dari kesamaan sejarah dan cita-cita,” terang Haedar.
Dalam jejak perjalanan Indonesia menjadi sebuah bangsa terdapat mozaik kenegarawanan yang indah. Putra-putri generasi bangsa menggelorakan Sumpah Pemuda 1928 untuk “Bertanah air yang satu, berbangsa yang satu, dan berbahasa yang satu” yakni Indonesia.
Pada tahun yang sama juga digelar Kongres Perempuan Indonesia pertama yang diselenggarakan di Yogyakarta.
“Era kebangkitan Nasional 1928 dari keragaman agama, budaya, rasa dan golongan, lahir dari kalangan perempuan. Kongres perempuan bukan hanya kebangkitan perempuan tapi juga bagian dari kebangkitan nasional,” tegas Haedar.
Indonesia bukan sekadar nama, tetapi sebuah identitas diri yang mengandung pergulatan sejarah, politik, ideologi, dan budaya yang penuh warna menuju cita-cita Indonesia merdeka. Semua arus pergumulan sejarah yang panjang dan dinamis itu hadir untuk pembentukan Indonesia sebagai milik bersama.
“Ada ikatan untuk sebuah cita-cita yang sama, ada ikatan melakukan akumulasi mozaik sejarah yang kemudian menjadi modal Indonesia merdeka. Pelembagaan ini jadi semakin kuat menjadi sebuah dasar konstitusi. Dalam proses dialektika yang luarbiaisa tajam,” tutur Haedar.
Indonesia lahir dari keinginan untuk bersatu. Ketika bangsa Indonesia yang bhineka itu bersatu, menurut para ahli hal itu karena ada nilai perekat yang disepakati bersama, yakni Pancasila.
Umat Islam selaku mayoritas memiliki peran dalam integrasi sosial di tubuh bangsa ini. Karena itu Haedar tegaskan bahwa sesungguhnya agama dapat menjadi kekuatan kohesi nasional.