MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Perempuan dan laki-laki di dalam pandangan Muhammadiyah adalah setara. Baik ketika mengurusi persoalan domestik rumah tangga, hingga urusan publik.
Karena itu, unsur yang mendiskreditkan posisi perempuan tidak ditemukan di dalam Persyarikatan Muhammadiyah, demikian jelas mantan ketua umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Abidah Muflihati.
Dalam forum International Conference On Women Peace And Harmony 2022 PPNA, Rabu (31/8), Abidah lalu menjelaskan bahwa pemikiran ini telah resmi sebagai pemikiran Muhammadiyah sebagaimana telah tercatat pada putusan Majelis Tarjih tentang Relasi Laki-laki dan Perempuan.
“Di situ ada prinsip kesetaraan dalam empat hal,” kata Abidah.
“Pertama, laki-laki dan perempuan sama-sama makhluk bermartabat. Punya derajat, hak, kewajiban, yang memang diberikan oleh Allah sehingga tidak boleh yang satu merasa lebih tinggi dari yang lain,” ujarnya.
Prinsip kesetaraan kedua ada di dalam ibadah. Meski sama-sama diwajibkan untuk salat dan puasa, namun perempuan juga memiliki rukhsah (keringanan) atas perbedaan biologis.
Prinsip kesetaraan ketiga, perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan pahala dan dosa.
“Baik laki-laki dan perempuan ketika melanggar perintah Allah sama-sama mendapat dosa yang sama, tidak akan lebih berat salah satunya seperti apakah kalau laki-laki dan perempuan berbuat dosa, dosanya lebih ringan perempuan. Tidak juga ya,” jelas Abidah.
Adapun prinsip keempat terkait kesetaraan, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki kesempatan beramal saleh.
“Laki-laki dan perempuan berhak melakukan amal saleh sesuai kapasitas dan kemampuannya. Bahkan dalam peperangan, perempuan dan laki-laki punya kesetaraan meskipun setara tidak harus sama. Setara itu paralel seperti rel kereta api, tidak harus selalu sama,” tegasnya. (afn)