MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Menanggapi maraknya kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menegaskan pentingnya pemahaman equality before the law, atau semua warga negara di mata hukum memiliki status yang sama.
“Ketika orang melakukan perbuatan melanggar hukum, dia harus dilepaskan dari berbagai atribut-atribut. Mohon maaf, jangan karena seseorang itu misal anaknya kiai atau anaknya tokoh, kemudian yang ditonjolkan justru kiai atau tokohnya. Sesuai hukum di negara kita, semua itu sama kedudukannya di mata hukum dan pemerintahan, atau istilahnya equality before the law,” kata Mu’ti.
Ditemui usai menjalankan salat Iduladha di Halaman Jakarta International Equestrian Park, Jakarta Timur, Sabtu (9/7), Mu’ti juga meminta masyarakat bersikap objektif dalam melihat kasus apapun dengan tidak menyangkutpautkan suatu peristiwa dengan hal lain, seperti berasal dari organisasi apa, anak siapa dan memiliki jabatan.
“Tolonglah jangan dikaitkan dengan organisasi apa, dia anaknya siapa atau dia punya jabatan apa, tapi dia sebagai warga negara atau sebagai masyarakat indonesia,” tegas Mu’ti. Hal ini, kata dia diperlukan agar kasus yang dikembangkan tidak malah melebar kemana-mana.
“Jadi kembalinya kepada barang siapa, kan di dalam hukum itu barang siapanya yang penting,” ujarnya.
Selain itu, Abdul Mu’ti juga meminta agar dilihat deliknya, Tujuannya agar masalah hukum itu tidak ditarik-tarik kepada permasalahan lain di luar wilayah hukum.
Terakhir, Abdul Mu’ti menyoroti bahwa kejahatan seksual itu memang masih menjadi masalah serius dalam dunia pendidikan di tanah air dan terjadi merata, tidak hanya di lembaga milik agama Islam saja.
Berbagai penelitian menurutnya menunjukan bahwa pendidikan di Indonesia, sekolah, madrasah, pesantren, bahkan lembaga yang dikelola oleh lembaga agama, tidak sepi dari berbagai kasus pelecehan seksual.
“Tidak hanya Islam ya,” tutup Mu’ti. (afn)
Foto : Ilustrasi