MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Gagasan Internasionalisasi Muhammadiyah sejatinya bukanlah hal baru. Menurut Associate Profesor Islamic Studies di University of California, Amerika Serikat, Muhammad Ali, gagasan ini telah disampaikan oleh Kiai Ahmad Dahlan.
Ketika masih hidup, Kiai Dahlan kata dia tercatat pernah menyampaikan gagasan bahwa manusia seluruhnya harus bersatu hati meskipun manusia itu memiliki kebangsaan yang berbeda-beda. Landasan inilah yang menurutnya menjadi identitas sekaligus penguat gerakan Internasionalisasi Muhammadiyah.
“Kalau kita bicara Islam, kita harus bicara secara global. Karena Islam sebagai agama global, maka setiap organisasi keagamaan sejatinya ya bersifat global, tidak bersifat lokal. Artinya setiap sekat-sekat suku, bangsa, dan negara seharusnya tidak menjadi penghalang bagi persaudaraan kemanusiaan internasional dan alhamdulillah sudah terbukti lewat PCIM,” tuturnya.
Dalam Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah, Jumat petang (17/6), Muhammad Ali menilai penguatan internasionalisasi Muhammadiyah harus berangkat dari pemahaman utuh bahwa mengurus Islam di luar negeri bukanlah sesuatu yang terpisah dengan mengurus Islam di dalam negeri. Pada pengertian ini, PCIM di berbagai negara maupun Persyarikatan Muhammadiyah di tanah air menurutnya memiliki fungsi yang saling melengkapi sebagai satu kesatuan. Karena itu Persyarikatan Muhammadiyah dituntut bisa memaksimalkan potensi diaspora kader Muhammadiyah di seluruh dunia yang memiliki ghirah untuk meluaskan dakwah Muhammadiyah di kancah global.
“Mereka ini punya ghirah dan punya kemampuan untuk berbuat sesuatu berdasarkan nilai visi misi Muhammadiyah. Nah ini terus terang harus juga menjadi program yang terus menerus. Apa yang dilakukan Muhammadiyah di luar negeri dengan sendirinya membantu umat Islam di Indonesia,” jelasnya.
Apalagi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang konstruktif terhadap peradaban manusia dan membangun kemanusiaan ini nyatanya tidak lebih dikenal oleh masyarakat dunia dibandingkan dengan gerakan Islam yang menampilkan pandangan jumud, ekstrim dan radikal.
“Tantangan Muhammadiyah bukan hanya orang Indonesia yang muslim tapi juga orang berbagai bangsa untuk menjadi Muhammadiyah atau bervisi sesuai state of mind Muhammadiyah, jadi menjadi global,” pungkasnya. (afn)