Sabtu, 26 Juli 2025
  • AR
  • EN
  • IN
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
Home Artikel

Benarkah Muhammadiyah Berkembang Pesat Berkat Orde Baru?

by Fauzan Anwar Sandiah
3 tahun ago
in Artikel, Opini
Reading Time: 5 mins read
A A
Benarkah Muhammadiyah Berkembang Pesat Berkat Orde Baru?

Fauzan Anwar Sandiah

Kesuksesan Muhammadiyah tampil sebagai kekuatan Islam modernis di Indonesia menimbulkan banyak pertanyaan. Salah satunya adalah bagaimana organisasi ini bisa berkembang pesat dalam aspek keanggotaan dan infrastruktur pendidikan, kesehatan, sosial, dan keagamaan yang berhasil dibangun selama satu abad. Di kalangan sarjana pengkaji Islam Indonesia, jumlah anggota Muhammadiyah diperkirakan kurang lebih antara 25 hingga 30 juta orang dan memiliki ribuan amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan dan berbagai infrastruktur pendidikan, kesehatan, sosial, dan keagamaan lainnya termasuk masjid, panti asuhan atau bahkan koperasi (bdk. Burhani, 2014; Hefner, 2016).

Pesatnya perkembangan Muhammadiyah pasca deklarasi kemerdekaan 1945 baik pada jumlah anggota maupun pada kekuatan infrastruktur diasumsikan berkat atmosfir politik selama pemerintahan presiden Soeharto (1966-1998). Dua pengkaji Muhammadiyah seperti Mitsuo Nakamura (1983 & 2012) dan Hyung-Jun Kim (1996 & 2017) melihat rezim pemerintahan Soeharto yang bertahan selama 32 tahun telah menyediakan suasana politik yang lebih kondusif bagi kelompok muslim modernis dan reformis untuk menyelenggarakan agenda dakwah Islam yang nonpolitis. Ini merupakan kelanjutan yang lebih baik pasca penundukan kekuatan Islam politik demokratis melalui partai Masyumi pada era pemerintahan presiden Soekarno (1945-1967) sehingga fokus para aktivis muslim telah disalurkan untuk menata dakwah kemasyarakatan. Para aktivis Muhammadiyah fokus mendirikan sekolah, fasilitas kesehatan dan penguatan dakwah keagamaan.

Nakamura dan Kim menjelaskan bahwa pasca pemberantasan pengikut atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) selama tragedi mengerikan pada 1965 di Jawa, Bali, Sumatera dan beberapa kota lain, suasana sosial dan politik berubah drastis. Banyak orang mantan pengikut atau simpatisan PKI di pedesaan atau kawasan urban di Jawa misalnya berlomba-lomba untuk tampil semakin religius. Nakamura (2021:292) mencatat sejumlah mantan pengikut, simpatisan PKI dan eks-tapol (tahanan politik) yang kemudian dilepaskan tapi dalam pengawasan pemerintah di Kotagede menampakkan komitmen keagamaan secara serius. Mereka di antaranya aktif dalam perayaan-perayaan Islam selama Idul fitri dan Idul Adha serta berpartisipasi dalam forum pengajian. Kim (2017:83) mencatat hal serupa bahwa orang-orang abangan di pedesaan di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang sebagian besarnya pernah mendukung PKI ketika kemudian mengidentifikasi diri sebagai seorang muslim mulai menjalankan kewajiban salat lima waktu.

MateriTerkait

Status Nasab dan Tanggung Jawab Anak Hasil Zina Ketika Orang Tua Menikah dan Kemudian Bercerai

Khutbah Jumat: Larangan Berbangga Diri dengan Dosa

Bolehkah Menikahi Perempuan dalam Kondisi Hamil?

Jadi, baik Nakamura dan Kim, mereka sama-sama melihat perubahan konstelasi politik dari era kepemimpinan Soekarno dengan koalisi nasionalis dan komunis ke pemerintahan Soeharto berbasis militer sangat menguntungkan bagi program-program nonpolitik kelompok aktivis muslim beraliran modernis dan reformis. Pengamat lain seperti Deliar Noer (1978) dan Hefner (1987) mengkonfirmasi kesimpulan Nakamura dan Kim. Mereka melihat visi pemerintah Soeharto yang mendorong pembangunan dan pembinaan masyarakat tampak kondusif bagi agenda memodernisasi kaum muslim melalui pendidikan oleh organisasi Muhammadiyah. Dari sinilah barangkali muncul asumsi bahwa politik kekuasaan selama rezim Soeharto telah memungkinkan Muhammadiyah berkembang pesat. Benarkah demikian?

Dalam Buku Peringatan Konperensi Muhammadiyah Daerah Pekalongan 1957 Muhammadiyah tercatat sudah memiliki 3000 cabang yang berdiri di seluruh Indonesia dengan kurang lebih 129.506 anggota di jajaran struktural. Itu artinya ketika Muhammadiyah baru berusia 45 tahun, organisasi ini sudahlah sangat besar jauh sebelum Soeharto berkuasa. Organisasi yang berdiri pada 1912 ini di antaranya sudah mendirikan total 989 lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah atas. Mengingat di Jawa, selama tiga dekade 1940an, 1950an hingga 1960an kondisi perekonomian tidak stabil, apa yang berhasil dicapai Muhammadiyah sangatlah mengesankan. Hal ini disebabkan oleh dukungan kelas menengah perkotaan terhadap gerakan dakwah Muhammadiyah yang bermaksud mempromosikan cara berislam sesuai tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah secara moderat dan inklusif. Nakamura sendiri mencatat bahwa pada 1979 jumlah anggota Muhammadiyah sudah meningkat menjadi sekitar 600.000 orang. Tidak dijelaskan apakah itu merupakan jumlah anggota struktural atau kultural seperti simpatisan. Pada 1991 Muhammadiyah sudah memiliki total 12.000 lembaga pendidikan dari tingkat kanak-kanak hingga menengah dan sudah mempunya 67 perguruan tinggi, 12 rumah sakit, 300 rumah bersalin, balai kesehatan, 125 panti asuhan dan lain sebagainya (Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-42, 1991:28).

Sebetulnya peningkatan jumlah anggota dan pendirian infrastruktur pendidikan, kesehatan, sosial, dan keagamaan selama dekade 1970 dan 1980 bukan hanya terjadi di kalangan muslim seperti dalam kasus Muhammadiyah. Pasca pemberangusan gerakan komunis di Indonesia tahun 1965, pemerintah Soeharto pada dekade setelahnya mendorong supaya mantan pengikut dan simpatisan PKI yang masih hidup atau eks-tapol (tahanan politik) supaya bergabung dengan agama resmi yang diakui pemerintah. Sikap pemerintahan Soeharto ini telah mendorong konversi orang-orang atau simpatisan gerakan komunis untuk berafiliasi atau bergabung dengan gerakan keagamaan dan punya identitas agama resmi seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Buddha. Jutaan orang telah melakukan konversi keagamaan selama masa itu, untuk Kristen diperkirakan ada sekitar 2 hingga 3 juta orang telah bergabung (Shihab, 1998 & 2016). Dalam pengamatan Kim (2017:83) di sejumlah desa yang tidak memiliki ulama, masjid atau pesantren khususnya pedesaan di Jawa, mantan pendukung komunis memilih bernaung di bawah agama Kristen.   

Sejauh ini memang masih sangatlah dini untuk melihat hubungan antara dorongan konversi agama bagi orang-orang komunis dan simpatisannya semasa Soeharto berkuasa pada Muhammadiyah. Nakamura (2021: 291-292) menyebut periode ini sebagai “lubang hitam” dalam sejarah perkembangan sosial. Maka asumsi bahwa Muhammadiyah mendapatkan keuntungan lebih baik karena pemerintah Soeharto memberangus kekuatan komunis masih abu-abu. Yang jelas, selama dekade 1970an dan 1980an, Muhammadiyah telah mencurahkan seluruh sumber daya organisasi untuk berdakwah.

Arsip Berita Resmi Muhammadiyah Nomor 91 (BRM) yang terbittahun 1980 mungkin akan menjelaskan mengapa Muhammadiyah menuai sukses selama dekade ini. Ada 3 dari 10 butir poin penting yang harus dicatat terkait strategi Muhammadiyah untuk melewati masa pemerintahan yang sangat panjang dari presiden Soeharto. Sebagaimana tercatat dalam “Matan Garis Kebijakan Pimpinan Persyarikatan tahun 1978-1981” (hlm.5) yang ada dalam edisi BRM tersebut, pertama Muhammadiyah telah mengkonsolidasikan seluruh sumber dayanya untuk mendirikan amal usaha seperti sekolah, perguruan tinggi dan rumah sakit.  Kedua, Muhammadiyah mendorong para aktivisnya untuk menggalang kekuatan finansial supaya organisasi menjadi sangat mandiri dalam ekonomi. Ketiga, meski Muhammadiyah masih kerap melontarkan kritik pada pemerintah Soeharto, organisasi ini pada saat yang sama mengembangkan komunikasi efektif dengan para pejabat pemerintahan termasuk pada Soeharto sendiri.

Jadi benarkah perkembangan pesat Muhammadiyah berlangsung secara istimewa ketika Soeharto berkuasa? Jawaban terhadap pertanyaan ini masih membutuhkan riset yang mendalam. Kajian klasik mengenai Muhammadiyah juga kesulitan untuk memberikan jawaban yang memuaskan. Dan perlu diingat bahwa pesatnya perkembangan Muhammadiyah berlangsung dalam beragam tahap kekuasaan di nusantara yang punya karakter berbeda-beda. Sebagai contoh, ketika Indonesia masih berada di bawah kontrol kolonial Belanda pada 1927, Muhammadiyah sudah berhasil mendirikan 176 cabang. Jumlah itu terus meningkat meski perkembangan politik dan dinamika kekuasaan berlangsung tanpa henti. Dan sebetulnya Muhammadiyah lebih sering berhadapan dengan kesulitan terkait sejumlah sikap resmi pemerintah baik pada masa kolonial, pendudukan Jepang, pasca deklarasi kemerdekaan dan era reformasi (1998 hingga sekarang) daripada iklim kondusif.

Sejauh ini salah satu penjelasan paling masuk akal tentang perkembangan pesat Muhammadiyah khususnya dalam pendirian infrastruktur pendidikan, kesehatan, sosial dan keagamaan adalah kekuatan kelas menengah muslim di Muhammadiyah yang relatif terkonsolidasi sepanjang kekuasaan Soeharto (Nakamura, 2021). Kekuatan kelas menengah muslim memang telah menjelaskan mengapa Muhammadiyah secara bertahap sejak berdiri di Kauman pada 1912 telah berhasil bangkit menjadi kekuatan Islam modernis khas nusantara. Sikap keagamaan Muhammadiyah yang sangat moderat dan upaya memadukan pengajaran agama dan pengamalannya secara berkemajuan di kehidupan sehari-hari adalah daya tarik utama.

Sehingga jawaban atas pertanyaan mengapa Muhammadiyah berkembang pesat dari jumlah keanggotaan dan kemapanan finansial seperti yang terlihat dari jumlah pendirian infrastruktur pendidikan, kesehatan, sosial dan keagamaan, dapat dilacak pada keberhasilan dakwah Muhammadiyah terhadap kelas menengah muslim. Muhammadiyah tampaknya memang relatif berhasil mengalihkan atau menyalurkan orientasi kekuatan finansial kelas menengah muslim untuk pengamalan Islam secara nyata di bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan keagamaan melalui pembentukan karakter kesukarelaan. Apakah dengan cara ini Muhammadiyah telah berhasil bertahan dan berkembang selama satu abad? Masih banyak hal menarik yang patut didiskusikan.

Tags: Cakrawalaheadlinemuhammadiyahorde baruperkembangan
ShareTweetSendShareShare
Previous Post

Pentingnya Menegakkan Keadilan Iklim

Next Post

Indonesia harus terus Gencar Mengurangi Emisi Karbon

Baca Juga

Bambang Setiaji Ungkap Tiga Manifestasi Program Kampus Berdampak di PTMA
Berita

Majukan Bangsa Lewat Riset, Muhammadiyah Dorong Kampus Jadi Agen Perubahan

25/07/2025
Hukum Orang Tua yang Melakukan Pelecehan Seksual Terhadap Anaknya
Artikel

Status Nasab dan Tanggung Jawab Anak Hasil Zina Ketika Orang Tua Menikah dan Kemudian Bercerai

24/07/2025
Lima Tips Agar Tidak Mudah Tersulut Emosi
Artikel

Khutbah Jumat: Larangan Berbangga Diri dengan Dosa

24/07/2025
Belum Aqiqah, Apakah Anak Sudah Diakui dalam Syariat?
Artikel

Belum Aqiqah, Apakah Anak Sudah Diakui dalam Syariat?

20/07/2025
Next Post
Indonesia harus terus Gencar Mengurangi Emisi Karbon

Indonesia harus terus Gencar Mengurangi Emisi Karbon

Selalu Kena Begal Selama Bulan Ramadan, Kader Muhammadiyah di Sudan Malah Bahagia

Selalu Kena Begal Selama Bulan Ramadan, Kader Muhammadiyah di Sudan Malah Bahagia

Terhambat Instabilitas Politik, Dakwah Muhammadiyah Sudan Tetap Berjalan

Terhambat Instabilitas Politik, Dakwah Muhammadiyah Sudan Tetap Berjalan

BERITA POPULER

  • KOKAM dan Polri Sinergi Wujudkan Ketahanan Pangan Nasional

    KOKAM dan Polri Sinergi Wujudkan Ketahanan Pangan Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahasiswa UMJ Viral Usai Jadi Ketua RT: Gen Z Siap Pimpin Masyarakat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Cerita Sekretaris PWM Jatim Diminta Pemuka Agama Katolik Mendirikan Kampus Muhammadiyah di Papua Tengah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Status Nasab dan Tanggungjawab Anak Hasil Zina Ketika Orang Tua Tidak Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammadiyah Buka Seleksi Beasiswa Al-Azhar Mesir 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bolehkah Menikahi Perempuan dalam Kondisi Hamil?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tiga Pesan Haedar Nashir untuk KOKAM

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Sakit Muhammadiyah Berkembang Pesat, Haedar Nashir: Itu Kita Bangun Di Atas Sistem Profesional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Uang Hasil Monetisasi Konten Digital itu Halal?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Majelis

  • Tarjih dan Tajdid
  • Tabligh
  • Diktilitbang
  • Dikdasmen dan PNF
  • Pembinaan Kader dan SDI
  • Pembinaan Kesehatan Umum
  • Peminaan Kesejahteraan Sosial
  • Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
  • Pendayagunaan Wakaf
  • Pemberdayaan Masyarakat
  • Hukum dan HAM
  • Lingkungan Hidup
  • Pustaka dan Informasi

Lembaga

  • Pengembangan Pesantren
  • Pengembangan Cabang Ranting
  • Kajian dan Kemitraan Strategis
  • Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
  • Resiliensi Bencana
  • Amil Zakat, Infak dan Sedekah
  • Pengembang UMKM
  • Hikmah dan Kebijakan Publik
  • Seni Budaya
  • Pengembangan Olahraga
  • Hubungan dan Kerjasama Internasional
  • Dakwah Komunitas
  • Pemeriksa Halal dan KHT
  • Pembinaan Haji dan Umrah
  • Bantuan Hukum dan Advokasi Publik

Biro

  • Pengembangan Organisasi
  • Pengelolaan Keuangan
  • Komunikasi dan Pelayanan Umum

Ortom

  • Aisyiyah
  • Pemuda Muhammadiyah
  • Nasyiatul Aisyiyah
  • Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
  • Ikatan Pelajar Muhammadiyah
  • Tapak Suci Putra Muhammadiyah
  • Hizbul Wathon

Wilayah Sumatra

  • Nanggroe Aceh Darussalam
  • Sumatra Utara
  • Sumatra Selatan
  • Sumatra Barat
  • Bengkulu
  • Riau
  • Kepulauan Riau
  • Lampung
  • Jambi
  • Bangka Belitung

Wilayah Kalimantan

  • Kalimantan Barat
  • Kalimantan Timur
  • Kalimantan Selatan
  • Kalimantan Tengah
  • Kalimantan Utara

Wilayah Jawa

  • D.I. Yogyakarta
  • Banten
  • DKI Jakarta
  • Jawa Barat
  • Jawa Tengah
  • Jawa Timur

Wilayah Bali &

Kepulauan Nusa Tenggara

  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi

  • Gorontalo
  • Sulawesi Barat
  • Sulawesi Tengah
  • Sulawesi Utara
  • Sulawesi Tenggara
  • Sulawesi Selatan

Wilayah Maluku dan Papua

  • Maluku Utara
  • Maluku
  • Papua
  • Papua Barat
  • Papua Barat daya

Cabang Istimewa

  • PCIM Kairo Mesir
  • PCIM Iran
  • PCIM Sudan
  • PCIM Belanda
  • PCIM Jerman
  • PCIM United Kingdom
  • PCIM Libya
  • PCIM Malaysia
  • PCIM Prancis
  • PCIM Amerika Serikat
  • PCIM Jepang
  • PCIM Tunisia
  • PCIM Pakistan
  • PCIM Australia
  • PCIM Rusia
  • PCIM Taiwan
  • PCIM Tunisia
  • PCIM TurkI
  • PCIM Korea Selatan
  • PCIM Tiongkok
  • PCIM Arab Saudi
  • PCIM India
  • PCIM Maroko
  • PCIM Yordania
  • PCIM Yaman
  • PCIM Spanyol
  • PCIM Hongaria
  • PCIM Thailand
  • PCIM Kuwait
  • PCIM New Zealand

Kategori

  • Kabar
  • Opini
  • Hukum Islam
  • Khutbah
  • Media
  • Tokoh

Tentang

  • Sejarah
  • Brand Guideline

Layanan

  • Informasi
  • KTAM

Ekosistem

  • Muhammadiyah ID
  • MASA
  • EventMu
  • BukuMu
  • SehatMu
  • KaderMu
  • LabMu

Informasi

  • Redaksi
  • Kontak
  • Ketentuan Layanan
© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • AR icon bendera arab
  • EN
  • ID bendera indonesia
  • Home
  • Organisasi
    • Anggota Pimpinan Pusat
    • Keputusan Muktamar Ke-48
      • Risalah Islam Berkemajuan
      • Isu – Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal
      • Keputusan Lengkap
    • Majelis
      • Majelis Tarjih dan Tajdid
      • Majelis Tabligh
      • Majelis Diktilitbang
      • Majelis Dikdasmen dan PNF
      • Majelis Pembinaan Kader dan SDI
      • Majelis Pembinaan Kesehatan Umum
      • Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial
      • Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
      • Majelis Pendayagunaan Wakaf
      • Majelis Pemberdayaan Masyarakat
      • Majelis Hukum dan HAM
      • Majelis Lingkungan Hidup
      • Majelis Pustaka dan Informasi
    • Lembaga
      • Lembaga Pengembangan Pesantren
      • Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid
      • Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis
      • Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
      • Lembaga Resiliensi Bencana
      • Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah
      • Lembaga Pengembang UMKM
      • Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
      • Lembaga Seni Budaya
      • Lembaga Pengembangan Olahraga
      • Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional
      • Lembaga Dakwah Komunitas
      • Lembaga Pemeriksa Halal dan KHT
      • Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah
      • Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik
    • Biro
      • Biro Pengembangan Organisasi
      • Biro Pengelolaan Keuangan
      • Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum
    • Profil
      • AD/ ART Muhammadiyah
      • Sejarah Muhammadiyah
      • Lagu Sang Surya
      • Organisasi Otonom
      • Cabang Istimewa/Luar Negeri
    • Ideologi
      • Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
      • Masalah Lima
      • Kepribadian Muhammadiyah
      • Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
      • Khittah Muhammadiyah
      • Langkah Muhammadiyah
    • Daftar Anggota
  • Opini
    • Budaya Lokal
    • Filantropi & Kesejahteraan Sosial
    • Pemberdayaan Masyarakat
    • Lingkungan & Kebencanaan
    • Masyarakat Adat
    • Milenial
    • Moderasi Islam
    • Resensi
  • Hikmah
  • Hukum Islam
  • Khutbah
    • Khutbah Jumat
    • Khutbah Gerhana
    • Khutbah Nikah
    • Khutbah Idul Adha
    • Khutbah Idul Fitri
  • Tokoh
  • Kabar
    • Internasional
    • Nasional
    • Wilayah
    • Daerah
    • Ortom
  • Galeri
    • Foto
  • Login

© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah - Cahaya Islam Berkemajuan.