MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Difabel seringkali dianggap sebagai kelompok eksklusif. Hal itu bukan atas kehendak mereka akan tetapi akibat lingkungan sosialnya yang kurang mengapresiasi perbedaan kemampuan, sehingga menjadikan mereka seakan-akan sebagai kelompok masyarakat eksklusif.
Kelompok difabel juga kerap mengalami keterbatasan dalam akses publik. Seperti sulitnya akses tempat ibadah, sampai pada urusan yang lebih personal misalnya membaca Kitab Suci Al Qur’an.
Berkaca dari realitas tersebut, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah ikhtiar lahirkan fasilitator pendamping kelompok difabel. Melalui Pelatihan Fasilitator untuk Pendampingan Baca Al Qur’an Difabel Netra dan Tuli pada, Sabtu dan Ahad (18-19/12) mendatang di Wisma Sargede Jl. Pramuka No.5 F, Pandeyan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Ketua MPM PP Muhammadiyah M Nurul Yamien mengatakan, bahwa membersamai kelompok difabel tidak bisa dilepaskan dari nilai dasar atau nilai basis gerakan jihad kemanusiaan. Jihad kemanusiaan ini didasari pada tiga nilai, yakni Teologi Al Ma’un, Fikih Al Ma’un, dan Fikih DIfabel. Tiga nilai dasar ini juga harus ditransformasikan kepada kelompok-kelompok difabel.
Maka, pemberdayaan kelompok difabel berada dalam satu kesatuan dengan implementasi tauhid, keadilan, dan kemaslahatan.
“Hidup ini adalah hidup yang berbasis tauhid, keadilan, dan memberikan kemanfaatan siapapun dia. Harapannya dengan nilai dasar ini akan menjadi daya ungkit dan daya angkat kelompok difabel kemudian bergerak untuk melakukan aktivitas-aktivitas kehidupan yang lebih baik,” terang Yamin.
Pendampingan baca Al Qur’an kepada kelompok difabel netra dan tuli ini masuk ke dalam agenda MPM pada level mikro atau personal. Di mana MPM dalam strategi pemberdayaan difabel memiliki tiga level agenda, yakni level mikro (personal – individual), meso (keluarga dan masyarakat), dan makro (struktural kebijakan).
Kegiatan kolaboratif antara MPM PP Muhammadiyah dengan LazisMu Pusat ini merupakan ikhtiar untuk menciptakan Masyarakat Qaryah Thayyibah, yang merupakan konsep sosial di lingkungan persyarikatan.
Sementara itu, Manajer Program Pendampingan Baca Al Qur’an Difabel Netra dan Tuli, Ahmad Rizal menuturkan bahwa, pelatihan fasilitator pemberdayaan difabel ini adalah tahap pembekalan bagi para kader muda Muhammadiyah yang memiliki minat khusus dalam pendampingan kelompok difabel
“Mereka nantinya akan mendampingi komunitas difabel netra dan tuli secara rutin. Melalui interaksi ini diharapkan komunitas difabel bukan lagi menjadi kelompok yang eksklusif. Tujuan Pelatihan fasilitator pemberdayaan difabel bertujuan untuk menyiapkan fasilitator yang mampu mendampingi pembelajaran membaca Al Quran bagi komunitas difabel netra dan tuli,” tuturnya.
Foto : Diambil sebelum pandemi