MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Juru dakwah atau da’i dalam mengenalkan Agama Islam ke masyarakat sebaiknya jangan berjarak, atau bahkan anti dengan seni dan budaya. Menurut Sukriyanto AR, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah, bahwa seni dan budaya itu sangat bisa dijadikan instrumen untuk dakwah.
Sebagai agen yang mengenalkan Islam ke masyarakat yang lebih luas, diharapkan para da’i memahami konteks masyarakat yang akan mereka beri intervensi dakwah. Model dakwah yang tidak anti seni dan budaya ini yang menghantarkan Islam sebagai agama dengan pemeluk terbesar di Indonesia.
“Para wali itu bisa menjadikan wayang dan permainan itu menjadi sarana dakwah. Karena itu Pak AR (Abdul Rozak Fachruddin) sering ikut macapatan untuk mendorong itu,” ucap Sukriyanto pada (15/11) di acara Kapita Selecta Dakwah yang diadakan Laboratorium Dakwah Ponpes Budi Mulia.
Sukriyanto menambahkan, kedekatan dakwah dengan seni dan budaya yang dibawa oleh Pak Ar menjadikan Muhammadiyah mudah diterima di masyarakat desa, bahkan juga di lingkungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dakwah sesuai dengan keadaan mad’u sesuai dengan anjuran Nabi Muhammad, dimana dakwah dilakukan dengan ‘bahasa kaum yang akan didakwahi”.
Metode dakwah bil lisani qaumihi tersebut juga bisa diterapkan oleh Muhammadiyah kepada pemerintah berkuasa. Meski Muhammadiyah bukan sebagai pemegang kekuasaan, namun melalui metode dakwah tersebut, Muhammadiyah diharapkan bisa mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, sehingga melahirkan kebijakan yang adil.
Menurutnya, dakwah Islam harus diatas segala kepentingan, jangan sampai akibat beda pilihan politik dakwah menjadi dikotomis, lebih-lebih enggan mendakwahi lawan politiknya. Sukri menegaskan bahwa, antara da’i dan seluruh elemen masyarakat tidak boleh ada sekat baik yang disebabkan perbedaan pilihan politik, maupun perbedaan yang lain.
“Membangun komunikasi dengan cara seperti itu jika dilakukan akan mendapat banyak manfaatnya. Bagaimana memperbanyak kawan, yang jauh didekati dan lain sebagainya,” tutur Sukri.
Komunikasi kultural bagi para da’i penting untuk dikuasai, sebab melalui gaya komunikasi tersebut banyak masalah yang bisa diselesaikan tanpa menimbulkan ketegangan.