MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Kader Muhammadiyah yang berada di organisasi otonom (Ortom) diikat dalam ideologi Muhammadiyah, menurut Busyro Muqoddas, hal itu yang menjadikan antar kader meski berada ortom tidak boleh ada jarak.
Bahkan menurut Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Hukum dan HAM ini menyebut, meski beda suku, latar belakang juga tidak boleh membuat adanya jarak antara kader-kader Muhammadiyah.
Demikian disampaikannya dalam Malam Takziah Almarhum K.H. Andi Iskandar Tompo yang disiarkan secara virtual pada (3/9). Dalam sambutannya, Busyro menyampaikan jejak langkah pertemuannya dengan Iskandar Tompo, perjumpaan mereka telah terjalin kurang lebih 40 tahun.
“Kalau boleh saya rinci almarhum adalah ramah, stabil emosinya tanpa kehilangan daya kritis, tapi kritis yang etis dan konstruktif. Kemudian beliau egaliter tidak kaku, tidak mengesankan pendekatan struktural, tapi lebih banyak mengesankan adanya pendekatan fungsional sesama kader,” ucap Busyro.
Sikap positif yang dimiliki dan dicerminkan oleh Tokoh Muhammadiyah asal Sulawesi Selatan (Sulsel) patut diteladani oleh kader-kader muda Muhammadiyah. Menurut Busyro, sikap menonjol yang dimiliki almarhum Iskandar Tompo adalah kolegialitas ikatan ideologis, dan komitmen organisasi.
Iskandar Tompo adalah sosok kader Muhammadiyah yang sudah selesai dengan dirinya, dia tidak tampak ambisi untuk pimpinan, tapi yang justru tampak adalah keikhlasan. Jejak langkah hidup yang dijalani Iskandar Tompo menurut Busyro adalah refleksi dari do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim AS yang terdapat dalam Al Quran Surat Asy Syu’ara ayat 84.
Sikap lain yang patut diteladani dari almarhum adalah kekhusyukan vertikalnya dengan Allah SWT. Kekhusyukan ibadah yang dilakukan dengan ikhlas akan berdampak positif-konstruktif penuh maslahat kepada umat manusia, bukan hanya Islam, terlebih kepada warga Muhammadiyah saja.
Pada kesempatan ini Busyro Muqoddas juga menyinggung peran perempuan dalam kebangsaan dan keagamaan. Ia meminta kader Muhammadiyah laki-laki supaya menghormati perempuan, dan kader Muhammadiyah perempuan bisa menghormati kodrat dan dirinya sebagai perempuan.
Keistimewaan perempuan bukan hanya sebagai perhiasan dunia, tapi mereka adalah tiang bangsa dan agama. Sehingga peran-peran perempuan dalam membangun peradaban sungguh tidak boleh dinegasikan. Peran-peran perempuan tidak boleh dikecilkan, mereka memiliki hak yang sama dalam laku sosialnya sebagai manusia untuk menciptakan peradaban yang lebih baik.