MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANDUNG — Suryo Pratolo mengatakan bahwa kemandirian ekonomi merupakan pilar ketiga Muhammadiyah setelah pendidikan dan kesehatan. Kemandirian ekonomi adalah perwujudan suatu pemenuhan kebutuhan entitas sehingga tidak bergantung secara finansial kepada entitas lain baik level individu, kelompok, maupun negara.
“Membangun kemandirian ekonomi bangsa adalah tanggung jawab bagi semua komponen masyarakat by design bukan by accident,” tutur anggota Majelis Ekonomi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DI Yogyakarta ini dalam acara Gerakan Subuh Mengaji yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Barat pada Kamis (23/09).
Suryo Pratolo mengatakan bahwa dasar teologis kemandirian ekonomi ini dapat dijumpai dalam QS. Ar-Ra’du ayat 11 tentang Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada jiwa-jiwa mereka. Selain itu, dalam QS. Al Maidah ayat 2 tentang urgensi tolong menolong dalam kebaikan dan larangan bekerja sama dalam kemungkaran.
“Dua ayat ini menegaskan bahwa kita harus bergerak, mencari solusi atas segala permasalahan. Kalau kita ingin mengubah keadaan maka kita harus mengubah diri kita terlebih dahulu. Kita juga harus tolong menolong dalam kebajikan,” jelas Suryo Pratolo.
Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menuturkan bahwa instrumen kemandirian ekonomi adalah keseimbangan antara produksi dan konsumsi. Menurutnya, produksi tanpa konsumsi tidak akan menghasilkan laba. Sebaliknya, konsumsi tanpa produksi hanya akan menghasilkan kerugian.
“Jadi untuk mewujudkan kemandirian ekonomi kita itu harus berproduksi, tetapi kalau berproduksi terus tidak ada yang mengonsumsi, itu lama-lama juga karatan tidak bisa hidup terus. Kalau kita bisa berproduksi dan berkonsumsi, itu akan menjadi siklus ekonomi yang luar biasa,” ungkap Suryo.
Menjamurnya Amal Usaha Muhammadiyah merupakan upaya Persyarikatan menjadikan organisasi yang mandiri secara ekonomi. Dalam konteks Muhammadiyah, semua AUM harus dipahami sebagai bentuk kekayaan Persyarikatan dan tidak boleh dimiliki oleh pribadi. Semua aset tidak boleh diakui oleh pengurus, karena semua kekayaan dan amal usaha itu adalah miliki Persyarikatan.