MUHAMMADIYAH.OR.ID, LEBANON– Menjadi pembicara di Launching Buku Indonesia Emas Berkelanjutan 2045 seri Timur Tengah, Hajriyanto Yasin Thohari sampaikan bahwa, Timur Tengah bukan hanya soal konflik, tragedi kemanusiaan, agama, ketimpangan, dan Palestina-Israel.
Padahal banyak sudut menarik yang bisa dilihat dari Timur Tengah, misalnya teknologi dan riset yang dilakukan oleh perguruan tinggi di sana, sampai dengan inovasi yang bermacam-macam. Bahkan Uni Emirat Arab meluncurkan wahana ruang angkasa dan mempunyai pusat teknologi antariksa.
“Jarang orang yang mengikuti berita itu karena tertutupi oleh berita-berita konvensional tentang Timur Tengah,” ucapnya pada, Kamis (5/8)
Menyinggung tentang awal mula digunakannya istilah Timur Tengah, Hajri menyebut, penggunaan istilah itu sejak runtuhnya Otoman Empire, yang menyebabkan bangs-bangsa Arab lepas dari pangkuannya dan terlempar di bawa kaki Kolonialisme Barat.
Istilah Timur Tengah (Middle East) Afrika Utara (North Africa) dimunculkan oleh Kolonialis Barat, karena letaknya berada di sebelah timur, bukan Timur Jauh dari Negara Barat.
“Jadi nama Timur Tengah/Middle East itu ada bias kolonialisme dan imperialisme, uniknya Orang Arab senang dengan kata itu,” seloroh Hajri.
Hajriyanto juga menyebut bahwa, Kajian Timur Tengah telah menjadi kuat dan kaya. Dimaksud kuat karena bisa sebagai sebuah teori, disiplin, dan metodologi yang khas. Timur Tengah bukan hanya punya konotasi politik dan geopolitik, tapi juga punya konotasi sebagai sebuah disiplin ilmu.
Hal itu dibuktikan dengan universitas-universitas terbaik di Barat selalu memiliki Departemen Middle Eastern Studies dan melahirkan ribuan sarjana yang ahli tentang Timur Tengah. Sarjana yang mereka lahirkan bukan hanya orang yang tahu tentang Timur Tengah, tapi memang ahli tentang Timur Tengah.
Pusat Kajian Timur Tengah yang dimiliki oleh universitas-universitas tersebut memiliki tujuan teoritis dan praktis. Tujuan teoritisnya tentu untuk pengembangan teori baru tentang Timur Tengah dalam berbagai disiplin, yang mereka munculkan dari pendekatan interdisipliner.
Sementara tujuan praktisnya diantaranya untuk kepentingan ekonomi, bisnis, dan politik. Tujuan lainnya karena secara geopolitik strategis, sumber terbesar energi migas, tempat lahirnya peradaban besar dan agama besar, hal ini yang menjadikan Timur Tengah sebagai episentrum perebutan pengaruh dan hegemoni, dan wilayah proxy.
“Tidak ada buku dan artikel-jurnal yang jumlahnya melebihi tentang kajian Timur Tengah, maka dari itu menjadi objek diskusi dan talkshow di media yang sangat beragam,” tegas Hajri.