MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Perjuangan menangkal isu menyesatkan seputar covid-19 begitu mudah dikalahkan oleh informasi hoax. Terkait itu Direktur Media Kernels Indonesia Drone Emprit, Ismail Fahmi menyatakan sebab informasi hoax itu ‘diternak’ dan terorganisir.
Ismail Fahmi meneruskan, penyebaran informasi hoax memang sulit dilacak sumbernya karena isinya berasal dari gabungan konten dari akun-akun media yang berbeda. Dijelaskannya, bahwa cara ini bernama context collapse.
“Video-video yang gak nyambung, tapi ketika disambungin membentuk sebuah cerita. Teori konspirasi kebanyakan seperti itu, dan itu dipotong-potong saja,” kata Ismail Fahmi pada (7/8) dalam Pengajian Pimpinan Muhammadiyah-’Aisyiyah se-DIY.
Diantara ciri informasi hoak ialah informasinya lebih menyasar perasaan ataupun psikologi khalayak dan mematikan logika mereka. Disisi lain, fenomena persebaran informasi hoax diperparah oleh pengguna media sosial yang berasal dari generasi ‘kolonial’ yang gemar berbagi informasi tanpa filtrasi.
Ismail Fahmi menyebut, para orang tua yang terpapar hoax ini menurutnya tidak begitu mengherankan. Sebab, berkaca dari Inggris Raya yang dikenal masyarakatnya sudah modern, maju, dan daya literasinya tinggi juga masih bisa terpapar informasi hoax.
Ia menegaskan, dibalik publik yang banyak dirugikan oleh informasi hoax, ada orang-orang pemroduksi informasi hoax yang tertawa dan menikmati pundi-pundi ekonomi yang tidak sedikit hasil dari pekerjaan memproduksi informasi hoax tersebut.
“Bersih-bersihnya ia bisa mendapat Rp. 10 sampai Rp. 15 juta sebulan dari membuat berita hoax, kemudian ada orang datang ke situs dia, ada iklannya, kemudian menyebar ke sana- ke mari,” ucap Ismail Fahmi.
Merujuk kepada saran yang diberikan World Health Organization (WHO), solusi untuk memerangi isu menyesatkan seputar covid-19 ialah membombardir media sosial dengan fakta dan sains yang disajikan dengan tampilan yang menarik.
Terkait dengan kelompok anti vaksin, menurut Ismail Fahmi mengutip penelitian yang ada di Jurnal Nature, menyebutkan bahwa di grup Facebook jumlah individu anti vaksin jumlahnya relatif kecil. Namun mereka lebih dekat dan berinteraksi kuat dengan cluster yang belum memutuskan pro atau anti vaksin (undecided).
Upaya aktif kelompok anti vaksin membuahkan hasil, mereka berhasil membangun jaringan antar grup lebih banyak, lebih kuat, dibanding pro vaksin. Diperkirakan dalam 10 tahun ke depan, kelompok anti vaksin akan mendominasi dalam jumlah pendukung. Akan tetapi kelompok pro vaksin bisa mengungguli anti vaksin jika bisa meyakinkan cluster undecided.