MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Hadir dalam forum Seminar dan Dialog 50 Tahun CSIS Indonesia, Senin (26/7) Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti berpendapat bahwa Indonesia tidak sekadar butuh dirawat, tapi juga diruwat.
Ruwat secara bahasa bermakna memulihkan kembali sesuatu dari keadaan buruk yang menimpa. Menurut Mu’ti, Indonesia perlu meruwat sistem konstitusi agar kualitas kehidupan demokrasi yang baik benar-benar tercapai dan tidak menguntungkan suatu golongan saja.
“Kondisi demokrasi kita tidak sedang baik-baik saja itu mudah sekali kita temukan dalam berbagai analisis maupun berbagai hasil penelitian. Bahwa ada persoalan dalam sistem penyelenggaraan negara kita yang menurut saya banyak sekali kajian objektif yang memang bisa kita baca bahwa penyelenggaraan negara kita sedang tidak baik-baik saja,” ungkap Mu’ti.
Menurutnya, akar masalah dari buruknya kehidupan demokrasi Indonesia terletak pada berbagai produk amandemen undang-undang pasca reformasi yang menyangkut sistem ketatanegaraan.
“Terutama hal yang mendasar berkait dengan sistem pemilu dan sistem di dalam keanggotaan DPR dan komposisi DPR dan MPR. Saya lihat hulunya ada di situ,” jelas Mu’ti.
Kritik terhadap hal ini menurutnya sudah disampaikan sejak 10 tahun lalu oleh guru besar politik asal Muhammadiyah mendiang Prof. Bachtiar Effendy yang menyatakan bahwa sistem seperti ini hanya akan membawa Indonesia pada stagnasi.
“Sehingga ketika tadi Pak Mahfud MD mengatakan ada banyak ide tapi dimentahkan oleh DPR atau kemudian berhenti di DPR dan berbagai persoalan lain itu memang menunjukkan betapa persoalan kita sebagiannya berada di sistem yang saat ini terlalu eksekutif heavy,” katanya.
“Mungkin sekarang ini bisa kita katakan dengan berbagai regulasi itu memang sangat bergantung pada legislative heavy pada DPR, dan DPR itu kemudian sangat bergantung pada partai politik dan mohon maaf, partai politik itu juga sangat bergantung pada siapa ketua partai politiknya,” jelasnya.
Akibat dari pusaran sistem yang seperti itu Mu’ti pesimis suara rakyat akan benar-benar terakomodasi ketika harus berhadapan dengan kebijakan partai yang berbeda. Inilah yang menurut Mu’ti menjadikan anggota DPR tidak seratus persen efektif bekerja membawa kepentingan rakyat.
“Kebebasan kawan-kawan DPR sekarang ini kan sangat berbeda dengan DPR pada awal reformasi. Sekarang kalau ada anggota DPR berani bersuara dengan ketua partai ya sudah siap-siap utk di-recall. Dan itu bisa dilakukan dengan cara yang relatif sangat mudah ya,” katanya.
“Jadi kita ini hanya berganti (politisi) tapi tidak berubah. Dan itulah yang kemudian membuat kita ini memang menurut saya setelah sekian lama reformasi ini berjalan perlu ada hal-hal yang secara mendasar dilakukan perubahan,” pungkasnya.