MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Ibadah puasa Ramadan mengajarkan sikap jujur sebagaimana puasa adalah ibadah rahasia yang hanya diketahui oleh pelakunya dan Allah saja.
Karenanya, Allah berfirman dalam hadis Qudsi, “puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang memberikan balasannya.”
“Substansi puasa itu kan kejujuran. Kita menjadi baik bukan karena diawasi oleh orang, menjadi baik juga bukan karena banyak orang. Tapi menjadi baik itu karena ada panggilan iman, ada panggilan hati untuk kita berbuat baik dan itu urusan kita dengan Allah saja,” jelas Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Kamis (6/5).
Abdul Mu’ti lantas menjelaskan bahwa perintah puasa dan hikmahnya tentang kejujuran itu juga mengajarkan umat muslim menghindari mendapatkan harta dengan cara-cara yang haram sebagaimana termaktub dalam ayat ke-183 sampai ayat ke-187 Surat Al-Baqarah.
“Kalau kita pakai munasabatul ayat (keterkaitan ayat), puasa itu adalah orang yang senantiasa jujur, tidak mencari harta dengan cara yang batil, tidak makan harta yang bukan haknya tapi senantiasa berusaha menjaga kesucian dirinya dan menjaga hartanya agar tidak tercampur dengan harta yang haram,” imbuhnya.
Abdul Mu’ti pun dalam Kajian Iktikaf Ramadan Kampus UAD itu mendorong umat muslim terus melakukan muhasabah diri menjelang berakhirnya bulan Ramadan. Muhasabah penting dilakukan untuk mengetahui apakah aspek kejujuran telah diamalkan dalam keseharian atau tidak.
Selain kejujuran, Mu’ti juga berpesan bahwa sepatutnya ibadah puasa menghindarkan muslim dari perilaku kotor baik badan maupun lisan. Perilaku kotor melalui ucapan-ucapan komentar di media sosial pun sewajarnya tak dilakukan oleh seorang muslim.
“Jadi kalau dulu orang berkata-kata dengan buah bibir, sekarang orang-orang berkata-kata dengan dua jempol. Kalau jempolnya ini masih banyak riba, perbuatan yang tercela dari tangan kita ini, hate speech, hoax, saatnya kita berhenti, bermuhasabah tidak melakukan hal yang tidak berguna itu. Karena ciri-ciri dari mukmin yang sukses itu adalah wal-ladzinahum ‘anil-laghwi mu’ridun (Al-Mu’minun ayat 3),” tutup Mu’ti.