MUHAMMADIYAH.ID, PURWOKERTO – Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IPM) membuka gelaran Muktamar ke-22 secara daring di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Jumat (26/3).
Meresmikan pembukaan, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpesan agar kader-kader muda Persyarikatan yang berada di IPM memaknai kedalaman pesan di dalam semboyan IPM yang berbunyi “nuun, wal qalami wa maa yasturuun”.
Semboyan IPM sendiri berasal dari ayat pertama Surat Nuun di dalam Al-Quran. Menurut Haedar, semboyan ini saja sudah cukup untuk menghidupkan Muhammadiyah di masa depan jika dipahami dengan benar.
“IPM sebaga sebagai tunas paling dini dari Angkatan Muda Muhammadiyah saya percaya menjadi tunas yang tumbuh berkembang, menjadi kader umat, Persyarikatan dan kemanusaaan semesta yang di dalamnya punya jiwa yang melintas batas sekaligus kemampuan untuk merancang bangun Indonesia di masa depan dengan semangat nuun, wal qalami wa maa yasturuun,” ujarnya.
Haedar menganggap cukup karena semboyan ini meniscayakan umat muslim untuk melihat ke depan secara utuh dengan penuh pertimbangan ilmu, hikmah, dan orientasi untuk membawa peradaban Islam yang terbuka dan maju.
Karenanya, Haedar berpesan agar kader-kader IPM tidak terjebak oleh pemikiran dan pergaulan sempit serta sikap-sikap tertutup dan reaksioner.
Apalagi, pekerjaan rumah umat Islam dan bangsa Indonesia masih melimpah di tengah tantangan globalisasi, adaptasi kemajuan teknologi dan indeks sumber daya manusia Indonesia yang tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
“Konteks ini harus menjadi perhatian kader IPM bahwa jika kita ingin melintas batas dan merancang bangun masa depan, maka yang diperlukan adalah perubahan paradigma dan alam pikiran dari miopik ke inklusif, tidak seperti katak dalam tempurung. Inilah makna dari beyond the limit,” tuturnya.
Dengan pemaknaan mendalam terhadap semboyan IPM, Haedar berharap ke depan kader-kader IPM mampu membaca realitas muhkamat dan mutasyabihat di dalam fenomena sosial sehingga tidak salah langkah dalah bertindak.
“Kami sebagai orangtua dan alumni tidak ingin generasi Hafiz (Ketua DPP IPM) dan kawan-kawan, dan generasi yang sesudahnya menjadi generasi yang miopik, yang tidak mampu menangkap pemahaman nuun, wal qalami wa maa yasturuun yang bayani, burhani dan irfani,” tegas Haedar.