MUHAMMADIYAH.OR.ID, PRANCIS—Salah seorang kader Muhammadiyah yang pernah aktif di Lazismu Pusat, Andar Nubowo, saat ini sedang menempuh studi doktor di Ecole Normale Supérieure (ENS), Lyon, Perancis. Disertasi yang ia tulis berjudul “La genèse d’un islam du juste milieu: une sociohistoire des courants de l’islam progressiste indonésien” di bawah asuhan dua profesor studi sejarah dan filsafat politik Islam, Remy Madinier dan Makram Abbes.
Atas dukungan kedua profesornya, Andar mengajukan riset doktoralnya tersebut ke panitia Prix Mahar Schutzenberger pada akhir Februari lalu. Tanggal 29 Maret 2021 dirinya dihubungi Presiden AFIDES (Association Franco-Indonésienne pour le Développement des Sciences) Hélène Schützenberger yang menyatakan bahwa dewan juri memutuskan Andar Nubowo mendapatkan Prix Mahar Schutzenberger 2021.
Penting untuk diketahui, Prix Mahar Schützenberger adalah penghargaan bergengsi yang diberikan kepada para peneliti muda Indonesia yang menyusun disertasi di Prancis sebagai imbalan atas kualitas penelitian ilmiah mereka. Pemberian penghargaan tersebut diadakan setiap tahun sejak 1991 untuk turut membantu pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
“Saya meneliti sejarah sosial dan intelektual moderatisme Islam (wasathiyah Islam) di Indonesia, yakni asal-susul, konteks sosial-historisnya, imajinasi sosial agama dan politiknya, narasi dan kontestasi, pertumbuhan dan persebarannya, serta implikasinya dalam kehidupan agama, politik, dan sosial budaya bagi Muslim dan bangsa Indonesia,” kata Andar saat dihubungi pada Selasa (30/03).
Keunikan dari penelitian Andar ini karena menggunakan pendekatan ilmu sosial lintas disiplin seperti sejarah, sosiologi, politik, dan terutama ilmu sosial mazhab kritis yang berkembang di Perancis. Penelitiannya ini seperti yang dikembangkan oleh para raksasa ilmu sosial humaniora semisal Pierre Bourdieu, Michael Foucault, Paul Ricoeur, Gerard Noiriel, dan sebagainya.
“Intinya, saya ingin tahu konteks kemunculan Islam Wasathiyah, termasuk di dalamnya Islam Berkemajuan, dan Islam Nusantara, kemudian bagaimana pertumbuhan dan implikasinya bagi masa depan Islam Indonesia,” tambah mantan aktivis IMM periode 1998-2004 ini.
Menurut Andar, bagi segenap kader Muhammadiyah yang ingin mendapatkan penghargaan yang serupa, pertama-tama harus menguasai bahasa asing. Dengan bahasa asing ini, pintu memperluas jaringan semakin terbuka, menambah banyak referensi bacaan, dan mengenal budaya mancanegara. Selain itu, tentu harus ditanamkan diri setiap kader bahwa Muhammadiyah adalah gerakan pemikiran dan intelektual Islam.
“Tradisi ini perlu dilestarikan dan terus dikembangkan. Kita perlu memikirkan dan mengamalkan nasehat KH Ahmad Dahlan, ‘Muhammadiyah hari ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka, teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah guru, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah meester, insinyur dan lain-lainnya dan kembalilah kepada Muhammadiyah’,” ungkapnya.
Sebagai informasi tambahan, Andar Nubowo lahir keluarga Muhammadiyah, di desa Kauman, Kaliwiro, Wonosobo, Jawa Tengah. Kedua orangtuanya merupakan aktivis Muhammadiyah dan Aisyiyah tingkat cabang. Selain itu, bapaknya menjadi guru di SMP Muhammadiyah, sementara Ibunya menjadi guru MI Muhammadiyah dan TK ABA di kampungnya. Dalam aktivisme gerakan, Andar pernah aktif di IMM waktu kuliah 1998-2004 di UIN Sunan Kalijaga dan UGM. Terakhir, pernah jadi Ketua Cabang IMM Sleman. Dirinya juga pernah mengabdi di Lazismu Pusat sebagai Sekretaris BP Lazismu (2015-2016) dan Direktur Utama (2016-2018).